SURABAYA, FaktualNews.co– Air Mata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi tak terbendung selama proses pemakaman ayahnya, Urip Soewondo. Ayahanda Eri meninggal dunia pada Minggu 22 Januari 2023, pukul 00.15 WIB.
Saat tahlil usai memakamkan ayahandanya di TPU Tembok Gede, Tembok Dukuh, Surabaya, Eri tak mampu membendung air matanya. Ia memengang dan memandangi pusara dan nisan makam dengan mata yang sembab, air mata jatuh di pipi.
Eri mengatakan pada Minggu dini hari pukul 00.15 WIB ayahandanya dipanggil Tuhan. Ia meminta doanya warga Surabaya, agar almarhum diampuni segala dosanya, diterima segala amal ibadah, dan diberikan surga jannah.
“Satu, tiang saya satu sudah berkurang. Saya tidak bisa menahan lagi, karena ketika saya maju pertama kali menjadi wali kota. Umi dan Abah saya selalu mengatakan ambil kebijakanmu untuk kebaikan orang Surabaya, lakukan semua tingkah lakumu untuk menerangi makam Umi dan Abah ketika meninggal,” kata Eri dengan suara getar menahan tangis kepada wartawan, Minggu (22/1/2023).
Selain meminta doa dari warga Surabaya, Eri juga minta support, koreksi dia jika salah langkah, jika kurang tepat ia minta tolong untuk diingatkan. Karena langkah yang diambil hari ini begitu berat baginya.
“Karena ketika saya salah melangkah sedikit saja, maka saya membuat gelap makam orang tua saya. Sehingga mohon doanya, tolong koreksi saya, tolong bantu saya untuk mewujudkan langkah saya agar setiap langkah kebijakan saya bisa menerangi makam Abah saya. Mohon doanya,” ujarnya sambil menitikan air mata.
Eri menjelaskan Abahnya menderita sakit jantung sudah hampir 6 tahun lamanya. Namun selama sakit masih bisa berjalan, bahkan umrah bersama Eri pada tahun 2018. Lalu, pada saat pandemi Corona, kondisi kesehatan Abahnya mulai menurun.
Pada saat Eri umrah awal bulan Januari lalu, Eri memanjatkan doa untuk kesehatan Abahnya, penyakitnya bisa melebur dosa dan doa terbaik. Lalu pada hari ini, Abahnya dipanggil oleh sang maha kuasa.
“Ternyata Gusti Allah lebih sayang kepada Abah saya, karena beliau menghadap ke Gusti Allah penuh kebahagiaan. Karena sayangnya Gusti Allah lebih besar dari pada sayangnya seorang anak, keluarga, sayangnya Gusti Allah pasti lebih besar. Ini menjadi pembelajaran betul buat saya untuk mengambil sebuah kebijakan ke depan yang mengontrol kaki tangan saya, langkah saya untuk terus berlomba-lomba menuju kebaikan untuk menerangi makam dari orang tua saya, Abah saya,” jelasnya.
Almarhun meninggal dunia di usia 77 tahun di rumah. Karena beberapa bulan yang lalu berencana dibawa ke RS, namun Umi atau ibu Eri menolak dan ingin mendampingi suaminya.
“Jadi Abah ini meninggalnya di rumah. Umi dan Abah ini tidak pernah bisa sama sekali kalau salat tahajud, salat duha pasti bebarengan dan tidak pernah putus salat tahajud dan duhanya. Sehingga Umi tidak mau (Abah) dibawa ke RS, karena Umi tidak bisa salat dan ngaji bareng. Akhirnya tetap di rumah dan Umi yakin.
“Wes talah nang omah wae, nek dijupuk Gusti Allah yo pasti gangsar (sudah di rumah saja, kalau diambil Gusti Allah pasti lancar). Diambil Gusti Allah memang sangat cepat sekali,” kata Eri.
Pada Sabtu (21/1), keluarga Eri berkumpul di rumah. Sejak Sabtu pagi, Eri dicari Abahnya dan baru bisa datang malam hari usai berkegiatan dan mendapat telepon dari adiknya, jika Abahnya panas. Mendengar kabar itu, ia langsung pulang dan membatalkan kegiatan selanjutnya.
Saat ia sudah tiba di rumah dan berkumpul, Eri meminta maaf ke Abahnya. Abah meminta untuk memasrahkan semuanya ke Eri untuk menjaga Umi dan saudaranya. Tak lama kemudian, Abahnya menghembuskan nafas terakhirnya.
“Pasrahkan ke Eri, Eri yang Insyallah akan menyelesaikan semuanya. Menjaga Umi, jaga anak-anak abah, karena saya 3 bersaudara, saya laki-laki sendiri. Mungkin itu yang berat buat abah, karena anak-anaknya perempuan dua-duanya. Saya bisikan ke telinga abah, saya minta maaf, keluarga minta maaf kalau keluarga. Abah punya cucu yang disayang, anak adik saya paling kecil. Saya bilang ke Abah, ‘Bah, nanti Zara sudah pasti anak saya, pasti akan saya jaga, termasuk adik saya intan’. Setelah saya sampaikan dan saya bisikkan ke telinga Abah, tidak lama abah meninggal dunia. Ketika Abah dipundut Gusti Allah kami sekeluarga, sampai cucu-cucunya kumpul semua. Mohon doanya husnul khatimah,” tutupnya.