JAKARTA, FaktualNews.co– Mantan asisten Direktur Niaga PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Irzal Rinaldi Zailani dijebloskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, Irzal dieksekusi ke Lapas oleh Tim Jaksa Eksekutor KPK. Irzal merupakan terdakwa kasus korupsi penjualan pemasaran produk ke sejumlah lembaga keamanan pada 2007-2017. Dalam kegiatan itu, ia melakukan kontrak perjanjian fiktif yang merugikan negara Rp 202 miliar.
“Hari ini Tim Jaksa Eksekutor, telah selesai melaksanakan putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap dengan terpidana Irzal Rinaldi Zailani,” kata Ali dalam keterangan resminya, Jumat (3/2/2023).
Ali mengatakan, Irzal akan mendekam di Sukamiskin selama tujuh tahun, dikurangi masa penahanan yang pernah dijalani. Selain itu, Irzal juga harus membayar denda Rp 1 miliar. “Sekaligus uang pengganti sebesar Rp 17,3 miliar,” ujar Ali.
Merujuk pada Direktori Putusan Mahkamah Agung, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 800 juta. Ia juga harus membayar uang pengganti Rp 17.342.177.448 miliar, dikurangi Rp 1.718.071.080 dan 603.852,83 dollar Amerika Serikat.
Putusan dibacakan pada 21 April 2021. Pada tingkat pengadilan kedua, Pengadilan Tinggi Bandung menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider delapan bulan kurungan. Ia juga divonis membayar uang pengganti sebesar Rp 17.342.177.448.
Saat proses penyidikan, KPK menyebut Irzal melakukan rapat pada 2008 yang diikuti Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration PT DI, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure PT DI, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI.
Mereka membahas kebutuhan dana PT DI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya. Termasuk di sini adalah biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Budi kemudian memberikan arahan agar kontrak kerjasama tetap dibuat sebagai sarana memenuhi kebutuhan itu. Namun, kerja sama itu dilakukan dengan penitipan langsung.
Biayanya dititipkan dalam “sandi-sandi anggaran” dalam kegiatan penjualan dan pemasaran. Budi kemudian memerintahkan Irzal dan Arie menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerjasama mitra atau keagenan. Irzal juga disebut menghubungi seseorang bernama Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan menjadi mitra atau agen.
PT DI pun menandatangani kontrak kerjasama dengan enam perusahaan mitra atau agen, yakni PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
“Atas kontrak kerja mitra tersebut, seluruh mitra yang seharusnya melakukan pengerjaan tetapi tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera,” kata Ketua KPK Firli Bahuri, Jumat (12/6/2020) silam.
Menurut Firli, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak kepada perusahaan-perusahaan tersebut setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi kerja. “Pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero) kepada enam perusahaan mitra atau agen tersebut sekitar Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dollar AS,” kata Firli.
Firli menambahkan, setelah keeman perusahaan mitra atau agen itu menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang senilai Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh para pejabat di PT DI.
Para pejabat itu ialah Budi Santoso selaku Direktur Utama PT DI, Irzal Rinaldi Zailani selaku Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure PT DI, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI Atas perbuatannya, Budi dan Irzal dinilai telah merugikan keuangan negara senilai Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dollar AS.