Peredaran Pupuk Ilegal Antar Kota di Kediri, Berhasil Dibongkar Polisi
KEDIRI, FaktualNews.co – Satreskrim Polres Kediri Kota berhasil membongkar kasus peredaran pupuk ilegal antar Kota di Jawa Timur. Selain mengamankan 3 tersangka, petugas juga menyita 3,3 ton pupuk ilegal.
Tiga tersangka peredaran pupuk ilegal masing-masing SGT (36) warga Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri sebagai pedagang, DF (32) warga Kecamatan Kesamben, Jombang selaku marketing dan SF (34) warga Kecamatan Mantup, Lamongan yang memproduksi pupuk tanpa ijin.
Kasatreskrim Polres Kediri Kota AKP Tommy Prambana mengatakan, kasus ini terungkap berdasarkan laporan dari masyarakat terkait beredarnya pupuk Npk merk mahkota sawit yang diduga tanpa ijin edar dari Kementerian Pertanian.
“Setelah adanya laporan Dari masyarakat, kami langsung melakukan penyelidikan. Dan hasilnya kami mengamankan SGT saat akan mengirim pupuk ilegal di jalan raya Kediri tepatnya di Kelurahan Mrican Kota Kediri 31 Januari lalu. Dalam penangkapan tersebut, polisi menemukan 66 sak pupuk kemasan 50 kilogram pupuk merk mahkota sawit, dengan total 3,3 ton,” Jelas AKP Tommy Prambana, Kasat reskrim Polres Kediri saat rilis di Mako, Senin (6/2/2023).
Setelah SGT tertangkap, petugas kemudian melakukan pengembangan terkait peredaran pupuk ilegal tersebut. “Dari penangkapan SGT lalu kita kembangkan dan petugas kami berhasil menangkap hingga ke produsennya. Kita lalu tangkap DF selaku marketing dan juga SF di sebuah kantor di Gresik,” imbuh Tommy.
Pupuk Npk merk mahkota sawit ini dijual di wilayah Kediri dengan harga 150 ribu per sak oleh SGT yang dibeli dari DF dengan harga 118 ribu.
“Produsen pupuk di Gresik ini mampu memproduksi hingga 15 ton per harinya. Sejauh ini mereka sudah memproduksi 200 ton pupuk Npk merk mahkota sawit. Selain di Kabupaten Kediri dan Nganjuk, pupuk ini sudah beredar di Kalimantan Tengah, Sumatera seperti Lampung dan Riau.” Tutup AKP Tommy.
Ketiganya diancam dengan pasal 122 jo pasal 73 perpu no 2 tahun 2022 tentang cipta kerja sebagaimana perubahan beberapa ketentuan dalam UU RI no 22 tahun 2019 tentang sistem budidaya pertanian berkelanjutan dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.