JAKARTA, FaktualNews.co– Hari ini, Nahdlatul Ulama menggelar Resepsi Hari Lahir 1 Abad, Selasa (7/2/2023). Acara akbar itu digelar di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), meminta agar warga Nahdliyin dan masyarakat yang ingin menghadiri Puncak Resepsi 1 Abad NU diniatkan untuk mengambil berkah. Perjalanan NU menjadi organisasi kemasyarakatan membentang dari masa kolonial Hindia Belanda. Gerakan itu dimulai dari sejumlah pesantren di Jawa Timur.
Pada 1916 , KH Wahab Chasbullah mendirikan organisasi pergerakan bernama Nahdlatul Wathon. Tujuannya adalah mempersiapkan umat Islam buat melakukan perjuangan fisik terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Dua tahun kemudian, berdiri 2 organisasi lain yang mempunyai tujuan membangun umat Islam.
Pertama adalah Taswirul Afkar atau Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pikiran) yang fokus dalam bidang pendudukan sosial-politik kaum santri, dan Nahdlatul Tujjar atau Kebangkitan Saudagar yang bertujuan memperkuat ikatan di antara para pengusaha Muslim. KH Hasyim Asy’ari melihat problematika umat Islam saat itu semakin kompleks.
Maka dari itu dia kemudian mendirikan Nahdlatul Ulama pada 1926 dengan tujuan membangun umat Islam dari segi sosial, politik, ekonomi dan berdaulat dan merdeka dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Karena upayanya mendirikan NU, KH Hasyim Asy’ari kemudian diberi gelar Rais Akbar.
Berikut ini profil singkat 3 ulama pendiri NU.
KH Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari 1871 di Gedang, Jombang, Jawa Timur. Ia adalah putra ketiga dari pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah. Setelah mengenyam pendidikan di Jawa dan Mekkah, ia kemudian mendirikan NU bersama beberapa tokoh Islam lainnya di Jawa Timur.
Selain menjadi salah satu tokoh pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia. Perjuangannya melawan penjajahan terhadap Indonesia diterapkan melalui pendidikan dengan mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang.
Tebuireng dianggapnya sebagai simbol perlawanan atas modernisasi dan industrialisasi penjajah yang memeras sumber daya rakyat. Bahkan KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa haram bagi rakyat Indonesia saat itu yang pergi haji dengan fasilitas dari Belanda.
KH Hasyim Asy’ari merupakan ayah dari KH Wahid Hasyim yang merupakan salah satu pahlawan nasional yang merumuskan Piagam Jakarta. Selain itu, dia adalah kakek dari Presiden Republik Indonesia ke-4, KH Abdurrahman Wahid.
Beliau wafat pada 25 Juli 1947 dan dimakamkan di kompleks Pondok Pesantren Tebuireng.
KH Abdul Wahab Hasbullah adalah salah satu ulama yang juga berperan dalam mendirikan NU, selain KH Hasyim Asy’ari. KH Abdul Wahab Hasbullah mendirikan media massa atau surat kabar “Soeara Nahdlatul Oelama” dan “Berita Nahdlatul Ulama”.
Beliau lahir di Jombang pada 31 Maret 1888 dan tumbuh menjadi seorang ulama yang memiliki pandangan modern.
Ia adalah ulama yang memelopori kebebasan berpikir untuk kalangan umat Islam di Indonesia. Pemikiran itu ia tuangkan dengan mendirikan kelompok diskusi bernama Tashwirul Afkar di Surabaya pada 1941.
Seiring berjalannya waktu, kelompok diskusi ini berkembang dan sangat populer di kalangan pemuda dan bahkan menjadi ajang komunikasi dan tukar informasi antartokoh nasional.
KH Bisri Syansuri lahir di Tayu, Pati, Jawa Tengah, pada 18 September 1886 dari pasangan Syansuri dan Mariah. KH Bisri Syansuri merupakan tokoh pergerakan yang bersama KH Abdul Wahab Hasbullah mendirikan kelompok diskusi Taswirul Afkar di Surabaya.
Selain itu, ia juga berperan aktif dalam musyawarah hukum Islam yang sering berlangsung di lingkungan pondok pesantren hingga akhirnya membentuk NU. Di dalam NU, KH Bisri Syansuri berupaya mengembangkan rumah-rumah yatim piatu dan pelayanan kesehatan yang dirintisnya di berbagai tempat.
Itulah tiga tokoh ulama yang berperan mendirikan organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) yang sekaligus menjadi tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia.