FaktualNews.co

Ekonom dan Pengamat Dua Universitas Ternama, Dukung Penyesuaian Harga BBM Non Subsidi

Nasional     Dibaca : 750 kali Penulis:
Ekonom dan Pengamat Dua Universitas Ternama, Dukung Penyesuaian Harga BBM Non Subsidi
Antrian pembelian SPBU di Jember

JEMBER, FaktualNews.co – Ekonom dan pengamat ekonomi dari dua universitas negeri ternama di Indonesia, mendukung langkah pemerintah untuk menerapkan kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.

Maksud dari dukungan terhadap pemerintah untuk mengambil kebijakan penyesuaian harga BBM ini dirasa tepat. Karena dinilai dapat mengurangi beban subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sehingga pemerintah dapat mengarahkan pemberian subsidi ke sektor lain.

Menurut seorang Ekonom dan Peneliti Kelompok Riset Data Satu Universitas Jember, Ciplis Gema Qori’ah mengatakan jika pemerintah tidak perlu ragu-ragu dalam mengeluarkan kebijakan, karena dia percaya masyarakat kelas menengah atas akan cepat beradaptasi dengan kenaikan harga BBM nonsubsidi secara berkala.

“Kalau harga tetap, orang akan cenderung boros. Jika harga fluktuatif, dia akan berhitung. Ketika harga BBM fluktuatif, maka akan terjadi perubahan pola pikir ekonomi pada kelompok menengah ke atas agar lebih efisien,” kata Ciplis saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di Jember, Sabtu (25/2/2023).

Ciplis percaya perubahan harga BBM nonsubsidi berkala ini tidak akan terlalu berdampak terhadap inflasi. “Kelompok kelas menengah ke atas tidak akan signifikan merasakan,” katanya.

Ciplis menjelaskan, jika harga BBM nonsubsidi tetap saat harga minyak mentah dunia berubah, maka pemerintah tetap terbebani. Padahal selama ini pemerintah belum bisa menuntaskan pekerjaan rumah untuk BBM bersubsidi.

“Selama ini kita belum bisa membuat basis data sasaran atau kelompok yang berhak menerima subsidi BBM dengan tepat, Ini pekerjaan rumah besar,” kata Ciplis.

Selain masalah data sasaran, pemerintah juga belum bisa merekam perubahan kemampuan ekonomi individu masyarakat yang semula berhak mengonsumsi BBM bersubsidi dengan yang tidak.

“Padahal beban subsidi yang ditanggung negara seharusnya dikurangi secara bertahap dari waktu ke waktu dan dialihkan untuk sektor lain yang lebih produktif,” paparnya.

Namun demikian kata Ciplis, jika kebijakan perubahan berkala harga BBM nonsubsidi dikhawatirkan memicu inflasi.

Menurut Ciplis, langkah antisipasi dengan melibatkan pemerintah daerah yang seharusnya dilakukan.

“Yakni dengan pemerintah daerah juga bisa melakukan hal yang sama dengan pemerintah pusat. Bisa memberikan bantuan biaya distribusi kepada sektor usaha yang bergerak di bidang produksi kebutuhan penting masyarakat,” ujarnya.

Kemudian soal penggunaan dan gencarnya sosialisasi kendaraan listrik. Juga dapat diintensifkan, kata Ciplis, untuk mengiringi kebijakan di sektor migas. “Indonesia juga harus terus berinovasi menciptakan energi terbarukan. Bagaimana BBM berbasis fosil bisa digantikan BBM energi terbarukan,” ucapnya.

Sementara itu menurut Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi, dengan adanya langkah atau mengevaluasi harga BBM nonsubsidi mengikuti harga keekonomian pasar yang terus bergerak.

Dinilai sangat tepat untuk diterapkan. Apalagi, pengguna BBM nonsubsidi sebagian besar kalangan menengah ke atas.

Akan tetapi, lanjut Fahmy, pemerintah dan Pertamina perlu menggencarkan edukasi kepada masyarakat tentang mekanisme penetapan harga BBM nonsubsidi yang benar.

“Konsumen BBM nonsubsidi akan menerima fluktuasi harga, apalagi naik atau pun turun harganya juga tidak terlalu besar. Kebijakan itu menurut saya tepat dan konsumen nantinya secara otomatis akan terbiasa tapi agar membiasakan konsumen,” kata Fahmi saat dikonfirmasi terpisah.

Perlu diketahui, Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya mengatakan, harga BBM nonsubsidi sudah seharusnya disesuaikan harga pasar. “Namun untuk membuktikan bahwa pemerintah hadir, pada kebijakan sebelumnya ketika harga minyak dunia tinggi, pemerintah meminta Pertamina untuk tidak menaikkan harga,” katanya.

Alhasil, kenaikan harga BBM nonsubsidi setiap wilayah seperti di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur hingga Papua bisa berbeda-beda sebagaimana terjadi sejak medio Agustus 2022 lalu.

Dengan kondisi ini, Erick sedang membahas kemungkinan harga pertamax disesuaikan dengan harga pasar, “Kita mau konsultasi dulu agar harga pertamax di Indonesia bisa diumumkan tiap minggu, biar bisa sesuai sama harga pasar,” ujarnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Alfan Imroni