FaktualNews.co

YLKI Desak Kemendag Revisi Syarat Rekrutmen Calon Anggota BPKN

Ekonomi     Dibaca : 442 kali Penulis:
YLKI Desak Kemendag Revisi Syarat Rekrutmen Calon Anggota BPKN
Ilustrasi

SURABAYA, FaktualNews.co – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Sekretariat Jenderal Kementerian Perdagangan (Setjen Kemendag) agar segera merevisi persyaratan rekrutmen calon anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) periode 2023 – 2026.

YLKI dalam siaran pers yang diterima media ini menyebut, saat ini Setjen Kemendag tengah menjaring calon anggota BPKN periode 2023-2026, sebagaimana tercantum pada surat Panitia Seleksi (Pansel) No. KP. 03.04/1/Pansel-BPKN/PENG/03/2023 tentang Seleksi Terbuka Pengisian Calon Anggota BPKN Periode 2023-2026.

YLKI kemudian memberikan beberapa catatan keras terhadap substansi persyaratan pada surat tersebut. Diantaranya memprotes proses seleksi calon anggota BPKN oleh tim seleksi.

“Alasannya pertama, nama-nama anggota Pansel seharusnya diumumkan secara terbuka dan dipastikan melibatkan unsur eksternal Kemendag, termasuk representasi dari Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM),” ucap Tulus Abadi selaku Ketua Pengurus Harian YLKI secara tertulis, Kamis (23/3/2023).

Lalu kedua menurutnya, persyaratan calon anggota BPKN terkait jenjang pendidikan yang minimal harus strata dua, kecuali unsur pelaku usaha cukup strata satu, merupakan syarat diskriminatif dan terancam menuai gugatan hak uji material ke Mahkamah Agung.

Oleh karena itu, YLKI mendesak Setjen Kemendag untuk merevisi persyaratan dimaksud, khususnya persyaratan calon dari unsur LPKSM harus berpendidikan S2. Persyaratan tersebut bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Persyaratan ini sama saja akan menghalangi para aktivis perlindungan konsumen dari LPKSM, untuk masuk menjadi anggota BPKN,” tegasnya.

“Yang terpenting pada konteks spirit perlindungan konsumen adalah spirit pembelaan dan keberpihakan pada hak hak konsumen. Untuk apa jika calon atau anggota BPKN berpendidikan S2 atau bahkan S3, tetapi tidak punya etos dan militansi keberpihakan pada perlindungan konsumen di Indonesia,” tutup dia.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Alfan Imroni