SITUBONDO, FaktualNews.co-Layanan kesehatan RS Elizabeth Situbondo dikeluhkan. Pasalnya, seorang pasien bernama Dicky Pramana (11) asal Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa, Situbondo, terkesan menjadi kelinci percobaan oleh salah seorang perawat di ruang IGD RS swasta di Kota Situbondo tersebut.
Yono (40), orang tua Dicky mengatakan, pihaknya menyayangkan layanan kesehatan di ruang IGD RS Elizabeth Situbondo. Sebab, akibat seorang perawat melakukan tindakan salah pada Minggu (3/7/2023), sehingga anaknya lari usai gagal diinjek sebanyak 5 kali.
“Awalnya saya juga akan menemani anak, namun karena di IGD ada pembatasan, sehingga Dicky hanya ditemani mamanya, sedangkan saya menunggu di tempat parkir. Anehnya, keluar dari IGD Dicky berlari sambil menangis menghampiri saya. Bahkan, setelah dilihat di tangannya ada lima luka bekas tusukan di tangannya,”ujar Yono, saat dihubungi melalui ponselnya, Senin (3/7/2023).
Menurut dia, berdasarkan keterangan istri, sebetulnya saat perawat melakukan tindakan injek yang gagal terhadap Dicky, ada seorang dokter jaga berinisial AV di ruang IGD. Namun dokter jaga terkesan membiarkan tindakan salah seorang perawat tersebut.
“Seharusnya begitu mengerahui perawat gagal melakukan injeksi, dokter jaga langsung mengambil alih untuk melakukan injeksi. Namun dokter jaga berinisial AV terkesan membiarkan perawat melakukan tindakan salah,”bebernya.
Lebih jauh Yono menegaskan, meski perawat gagal melakukan injeksi, namun dalam nota di ruang IGD RS Elizabeth Situbondo, masih ditarik uang administrasi dengan nominal sebesar Rp10 ribu.
“Masak tidak ada injek yang masuk dan obat yang masuk, namun notanya masih ada uang pembayaran Rp 10 ribu. Sebetulnya saya bukan menyoal masalah uang Rp10 ribu, saya hanya mempertanyakan RS yang dinilai bonafid, justru terkesan melakukan tindakan yang tidak profesional,”katanya.
Sementara itu, Customer Service RS Elisabeth Situbondo Todi menjelaskan, tim medis yang sudah melakukan pemeriksaan terhadap Dicky Pramana adalah senior. Hanya saja, pada saat melakukan injek pembulu darah pasien muda pecah, sehingga harus dilakukan injek berulang-ulang.
“Setelah tiga kali dilakukan injeksi tidak berhasil. Akhirmya ketika mau dilakukan injeksi lagi oleh petugas yang berbeda, pasien malah menolak,”katanya.
Menurutnya, proses injeksi berulangkali bukan hanya terjadi pada satu pasien. Sebab kondisi pesien berbeda-beda.
“Bisa saja terjadi kepada yang lain. Karena kondisi pasien berbeda-beda,”imbuhnya.
Lebih jauh Todi menambahkan, pihaknya bakal memanggil pasien yang merasa tidak nyaman dengan pelayanan rumah sakit. Tujuannya untuk meminta maaf. Sehingga dia tidak mengizinkan media ini untuk memuat pemberitaan.
“Kami bakal memanggil pasien dan memberikan pemahaman. Saya juga tidak mengizinkan wartawan menulis berita ini, karena rumah sakit tidak mengizinkan,”pungkasnya.