MOJOKERTO, FaktualNews.co – Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto menggerlar workshop pencegahan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya preventif dalam perlindungan terhadap perempuan dan anak di Kota Mojokerto.
Kegiatan yang berlangsung di Sabha Mandala Tama Kantor Pemkot Mojokerto itu diikuti oleh 60 peserta yang terdiri dari relawan tagana, surveyor dan kampung siaga bencana.
Selain itu, turut dihadiri langsung oleh Walikota Mojokerto Ika Puspitasari atau Ning Ita dan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) P3A Kota Mojokerto Choirul Anwar.
Choirul mengatakan, kegiatan workshop ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pilar-pilar sosial di Dinsos P3A Kota Mojokerto agar lebih berkompeten dalam memberikan pendampingan dan pertolongan kepada korban kekerasan.
“Selain itu untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan perempuan dan anak serta menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak,” jelas Anwar.
Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari menyampaikan, akhir-akhir ini ia melihat banyak berita mengenai kekerasan terhadap anak dan perempuan. Sehingga, ia memberi perhatian serius untuk penanganannya.
Menurut dia, korban kekerasan tidak hanya terjadi terhadap perempuan saja. Namun, laki-laki juga perpotensi menjadi korban kekerasan. Sebab, faktanya banyak ditemukan laki-laki menjadi pelaku yang awalnya menjadi korban korban kekerasan di masa kecilnya.
Hal itu menandakan bahwa kekerasan berdampak buruk terhadap psikologis korban. Korban dapat mengalami pengalaman traumatik yang mendalam.
“Secara psikologis pasti ada traumatik di masa kecil. Dia pernah menjadi korban, ketika dia dewasa mencari korban untuk diperlakukan yang sama seperti ketika dia dulu diperlakukan. Hal ini justru menjadi sebuah penyakit yang sangat berbahaya,” kata perempuan yang akrab dipanggil Ning Ita itu.
Ning Ita menjabarkan, saat ini marak terjadi kasus perceraian baik di perkotaan maupun pedesaan. Penyebabnya beragam faktor. Misalnya, baru-baru ini dunia maya digemparkan dengan kasus pertengkaran suami istri di Surabaya. Dimana, pertengkaran keduanya disebabkan sang suami suka dengan sesama jenis.
Ia menegaskan, hubungan sesama jenis bukan berarti tidak berisiko terjangkit virus HIV/AIDS. Justru penularan HIV/AIDS lebih berisiko terhadap hubungan sesama jenis.
“Sampai hari ini, (HIV/AIDS) belum ada obat penyembuhnya. Kalaupun ada dan dikonsumsi yang bernama ARV itu tidak menyembuhkan, hanya menekan penyebaran virusnya karena HIV itu akan menggerogoti imunitas tubuh manusia,” ungkapnya.
Ning Ita menambahkan, sejatinya dampak kekerasan seksual terhadap laki-laki lebih mengerikan dibanding perempuan. Karena dampak negatifnya dapat terus berkembang hingga ke generasi selanjutnya. Bahkan sulit diputus. “Maka sudah seharusnya ini juga dimasukkan di dalam satu program yang kita usulkan nanti kepada Kementerian,” ujar Ning Ita.
Masih kata Ning Ita, anak-anak seringkali tidak mengatahui jika menjadi korban. Karena mereka berada dibawah ancaman dan tidak mau mengakui apa yang telah dialaminya.
“Keterbukaan untuk mau menyampaikan ini yang menjadi tugas kita bersama. Saya minta tolong kepada narasumber agar di workshop ini juga disampaikan cara yang bisa dilakukan oleh Bapak Ibu relawan bagaimana menggali pendekatan assessment dari korban,” pungkas Ning Ita.