Hukum

Dinilai Meresahkan, LBH Mitra Santri Gugat  Puskesmas Kapongan ke PN Situbondo

SITUBONDO, FaktualNews.co – Pernyataan kontroversi oknum dokter Puskesmas Kapongan Situbondo, yakni dr Winoto yang memvonis bocah berinisial R (10) anak pasutri asal Desa Sletreng, yang divonis mengidap penyakit vitiligo tanpa pemeriksaan medis terus bergulir.

Sebelumnya LBH Mitra Santri mengadukan pelanggaran kode etik profesi dokter ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Situbondo. Kali ini, LBH Mitra Santri menggugat Puskesmas Kapongan ke Pengadilan Negeri (PN) Situbondo. Itu dilakukan lantaran kepala Dinkes Situbondo, yakni dr Sandi, terkesan mengabaikan pelanggaran kode etik profesi, yang dilakukan oknum  dokter tersebut.

Direktur LBH Mitra Santri Asrawi mengatakan, pernyataan dr Winoto tersebut sudah jelas melanggar kode etik profesi. Sebab sudah menvonis penyakit pasien tanpa melakukan pemeriksaan secara medis. Bahkan pernyataan itu disampaikan di tempat terbuka, alias bukan di ruang pemeriksaan. Sehingga dr Winoto diduga melanggar hukum sebagaimana kitap undang-undang  hukum pidana pasal 1365.

“Sebelum memvonis penyakit pasien, seharusnya seorang dokter melakukan diagnosa atas penyakit yang diderita, melakukan tindakan yang nyata, memberikan saran medis, rekam medis, uji labolatorium atas penyakit, dan menyimpulkan secara medis. Bukan hanya melihat kasat mata langsung vonis saja,” ujar Asrawi, Sabtu (26/8/2023).

Menurut dia, kedatangan setiap pasien ke Puskesmas tentu menginginkan kesembuhan dengan bertanya kepada dokter. Sehingga dokter dan pasien sama-sama memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan. Dokter taat kode etik kedokteran dan pasien patuh dengan rekomendasi dokter.

“Rafi memang dapat jawaban, tapi jawaban yang disampaikan dokter tidak tepat. Itupun jawaban yang tidak berdasarkan pemeriksaan terlebih dahulu. Pantas lah, Rafi dan ibunya tidak percaya dan merasa dirugikan,” bebernya.

Lebih jauh Asrawi menegaskan, jika  isi dalam gugatan ke PN Situbondo dr Winoto wajib dan meminta maaf kepada  masyarakat atas pernyataan dan tindakannya. Utamanya meminta maaf kepada Rafi dan keluarga Rafi. Apalagi Rafi sudah enggan untuk bertemu dengan teman-temannya serta tidak mau sekolah paska mendengar vonis  penyakit vitiligo dari dr Winoto.

“Karena  tidak memberikan pelayanan secara prima, dokter itu (dr Winoto) harus mengganti rugi kepada Rafi Rp 100 juta, akibat abainya pelayanan Rp 300 juta,  kerugian im materil Rp 200 juta. Total Rp 600 juta,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, dr Winoto memvonis Rafi terjangkit penyakit vitiligo dan tidak dapat disembuhkan. Bahkan, vonis tersebut disampaikan di tempat umum, sehingga akibat vonis penyakit tersebut, Rafi trauma dan tidak mau masuk sekolah.