Ekonomi

Tiga Solusi Hadapi Digitalisasi dan Homogenitas Produk UMKM di Lamongan

LAMONGAN, FaktualNews.co- Menghadapi era digitalisasi saat ini semakin berkembang cepat seiring dengan perkembangan teknologi informatika. Hal ini cukup menarik apabila dikaji dan dilihat dari sudut pandang ekonomi.

Saat ini banyak sekali permasalahan terjadi karena sistem digitalisasi yang terus berkembang. Namun ada hal yang cukup menarik selain digitalisasi yang permasalahan homogenitas produk serta kesiapan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Jawa Timur khususnya Kabupaten Lamongan yang dulunya menggunakan sistem konvensional dipaksa beralih ke sistem digitalisasi.

“Kondisi ini, pastinya akan menumbuhkan permasalahan yang menjadi penyebab produk di suatu wilayah hampir sama itu dikarenakan belum adanya potensi produk yang ditunjukkan dan homogenitas produk. Hingga para pelaku UMKM harus melakukan penyesuaian agar bisa bertahan di era digitalisasi yang terus berkembang,” kata Dr Abid Muhtarom, Dosen Universitas Islam Lamongan (Unisla), Rabu (13/09/2023).

Abid menuturkan, homogenitas produk sudah menjadi penyebab tersendiri dari masalah antar desa dalam satu wilayah sekitar karena produk UMKM. Menurutnya, ini dikarenakan desa dipaksa terlalu cepat membuat produk tanpa melihat hasil kajian dan studi ilmiah yang lebih lanjut.

“Produk UMKM yang dikembangkan desa menjadi tidak bisa laku, bahkan ada beberapa desa tidak memproduksi lagi. Jadi saat ini UMKM di Lamongan tengah menghadapi dua hal yakni digitalisasi dan homogenitas produk,” tutur Abid.

Lebih jauh, Abid menjelaskan, permasalahan yang tumbuh dan dirasakan oleh pelaku UMKM adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum ditingkatkan dan juga belum terlalu paham tentang sistem pasar digital saat ini.

“Solusinya dengan cara meningkatkan skill pengetahuan dengan jalan pelatihan dan sertifikasi skill yang dibutuhkan,” ujarnya.

Yang kedua, lanjut Abid, usia pengusaha yang tidak produktif karena banyak SDM bekerja di Industrialisasi yang bisa menjanjikan upah bulanan yang jelas dan berkelanjutan.

“Oleh karena itu pemerintah harus membuat stimulus, agar usia produktif atau pemuda mau berminat untuk menjadi pengusaha UMKM,” ucapnya

Yang ketiga, Abid mengungkapkan, permasalahan berasal dari manajerial usaha yang kurang mendukung, baik itu baik secara langsung maupun tidak langsung.

“Secara langsung bisa di sebabkan karena SDM kurang skill. Sedangkan tidak langsung bisa berupa keberpihakan pemerintah terhadap regulasi yang menguntungkan pengusaha besar bahkan pengusaha asing,” tuturnya.

Keberpihakan pemerintahan terhadap pengusaha UMKM yang perlu di tingkatkan, dikatakan Abid, menjadi permasalahan yang ketiga. Menurutnya, bukan menjadi rahasia lagi bila pemerintah lebih banyak berpihak pada usaha besar bahkan pengusaha asing sebagai pemodal besar.

“Bila permasalahan ini terjadi, tentunya pemerintah harus bisa membuatkan solusi. Dengan cara membuat Undang-Undang untuk melindungi UMKM dan memberikan jaminan akan keberlangsungannya,” katanya.

Ketidakberpihakan pada UMKM, Abid mengatakan, menjadi permasalahan yang beresiko besar. Karena, menurutnya, dampak yang ditimbulkan adalah UMKM mengalami kesulitan mendapatkan permodalan.

“Solusi yang bisa dilakukan adalah perbankan pemerintah harus berani memberikan pinjaman dengan bunga yang rendah. Namun dengan nilai pinjaman yang besar, juga regulasi aturan pinjaman yang berpihak pada UMKM” ucapnya.

Selanjutnya, Abid menyampaikan, perkembangan digitalisasi yang sulit disamakan dengan perkembangan UMKM juga menjadi permasalahan. Namun, menurutnya, masih ada solusinya bila selalu ada update informasi dan peningkatan skill bagi pelaku UMKM.

“Yang terakhir, harus adanya langkah dalam meningkatkan kerjasama dan dukungan politik terhadap UMKM,” pungkasnya.