KEDIRI, FaktualNews.co – Ribuan kasus penyakit Tuberculosis (Tbc) ditemukan di Kabupaten Kediri. Namun dari ribuan kasus tersebut, hanya 74 persen yang melakukan pengobatan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh dr Retno Handayani, sub koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2pm) Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri, Rabu (13/12/2023).
Dr Retno menyatakan, jika Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri sendiri, tidak bisa melakukan pencegahan dan penanganan kasus Tbc. Untuk itu pihak Dinkes menggandeng dan bersinergi dengan semua pihak, termasuk Yayasan SSR YABHYSA Kabupaten Kediri.
“Kerjasama ini dalam penemuan kontak erat Tbc. Karena jika diketemukan 1 pasien terkena penyakit tbc, maka 1 rumah harus dilacak serta investigasi. Karena penularan Tbc ini sangat cepat. 1 orang bisa menular ke 10-15 orang,” Kata dr Retno Handayani.
Saat ini di Kabupaten Kediri, tercatat ada 2.359 yang positif terkena penyakit Tbc. Namun yang berobat ke medis, hanya 74 persen saja, sedangkan sisanya tidak diketahui berobat ke nonmedis atau seperti apa.
“Dari jumlah 74 persen yang berobat, sekitar 88,5 yang sembuh. Sedangkan sisanya belum sembuh. Dan sisa yang belum sembuh tersebut, banyak faktor yang mempengaruhi. Namun kebanyakan Multidrug resistant (Mdr), seperti putus minum obat, tidak meneruskan berobat ke rumah sakit. Dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Kediri, dengan mensuport obat gratis bagi pasien Tbc,”Imbuh Retno.
Sementara koordinator program SSR YABHYSA peduli TBC Kabupaten Kediri Sri Astutik mengatakan, pihaknya bersama anggota komunitas bersinergi dengan semua pihak, mulai Dinas Kesehatan, rumah sakit maupun klinik-klinik Kesehatan, untuk penanganan penyakit Tbc.
“Jadi relawan kami turun ke bawah, untuk memberikan pengarahan kepada keluarga penderita, jika penderita TBC itu bukan aib. Karena selama ini banyak yang beranggapan jika penyakit TBC adalah aib dan juga penyakit keturunan,” Jelas Sri Astutik, koordinator program SSR YABHYSA peduli TBC Kabupaten Kediri.
Saat ini banyak sekali keluarga penderita TBC yang merahasiakan jika ada keluarganya menderita TBC. Ibaratnya kita seperti mencari jarum dalam jerami. Namun begitu, kita akan terus melakukan pendekatan dan sosialisasi kepada warga, agar membawa penderita ke TBC ke medis.
“Namun kita akan terus berkoordinasi dengan Puskesmas atau klinik kesehatan, agar jumlah penderita TBC yang sudah memeriksakan diri diketahui berapa jumlahnya. Kita akan tempatnya 2/3 relawan di Puskesmas, untuk mengetahui jumlahnya,” Tutup Sri Astutik.
Tuberkulosis (TBC) sendiri merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia. Menurut Global TB Report tahun 2022, Indonesia berada di peringkat kedua di dunia dengan kasus TBC terbanyak.
Saat ini Indonesia naik peringkat ke 2 untuk penyakit Tbc, setelah India. Sedangkan peringkat ketiga untuk penyakit Tbc adalah China. Naiknya Indonesia ke peringkat ke 2, pasca pandemi covid 19 kemarin. Karena saat ini Pemerintah fokus menangani virus covid 19.