Nasional

Suara Golkar Melonjak di Pemilu 2024, Kenapa ?

JAKARTA, FaktualNews.co-Partai Golkar kini terpantau duduk di posisi dua dengan perolehan suara terbanyak di Pemilu 2024 memepet posisi partai penguasa PDIP.

Berdasarkan data real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) per 20 Februari 2024 pukul 10.00 WIB dengan progres data 478.048 dari 823.236 TPS atau 58,07 persen, PDIP meraih 16,93 persen disusul Golkar dengan 14,95 persen.

Padahal sebelumnya, survei Litbang Kompas pada 17-30 Januari 2022 lalu memprediksi Golkar terpental dari tiga besar partai politik di DPR RI. Ada beberapa faktor yang membuat Golkar diprediksi bakal gagal perkasa di Pemilu 2024, salah satunya karena tak ada figur yang menjadi capres atau cawapres di Pilpres 2024.

Pengamat Politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar menilai ada tiga faktor di balik anomali lonjakan suara Golkar. Pertama, coattail effect alias efek ekor jas dari pencalonan paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang turut Golkar usung pada Pilpres 2024.

“Ini harus diakui bahwa coattail effect Prabowo itu juga berpengaruh terhadap Golkar,” ujar Idil kepada Senin (19/2/2024).

Kedua, Idil menilai Golkar dinilai menempatkan orang-orang yang berpotensi menang pada sejumlah wilayah, misalnya Atalia Praratya, istri Ridwan Kamil (RK) yang maju di Pileg DPR RI Dapil I Jawa Barat. Kader yang meraup banyak suara ini dinilai tentu berpengaruh terhadap suara Golkar.

Ketiga, Ia menyoroti strategi Golkar yang menyasar kaum muda. Diketahui, jumlah pemilih usia muda mendominasi pada pesta demokrasi kali ini. Menurut Idil, yang menjadi ujung tombaknya adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga yang juga dipimpin oleh kader Golkar, Ario Bimo Nandito Ariotedjo.

“Itulah yang kemudian menyasar beberapa potensi-potensi yang dimiliki oleh anak muda, misalnya event-event olahraga. Salah satu yang saya sempat lihat itu misalnya Kementerian Pemuda dan Olahraga melakukan e-sport. Hal-hal yang memang digandrungi anak muda sekarang menurut saya banyak memberikan efek terhadap Golkar juga,” jelas Idil.

Selain itu, kehadiran RK di Golkar juga dinilai membawa pengaruh positif terhadap suara Golkar lantaran Mantan Gubernur Jawa Barat itu kerap bersentuhan dengan anak muda. Ditambah, Golkar yang juga disebut mulai memunculkan kader muda. Hal itu, kata Idil, turut memberikan efek positif terhadap suara Golkar.

Sementara itu, faktor elektoral Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai hanya memberikan pengaruh pada suara Golkar di beberapa wilayah tertentu. Ia menilai elektoral Jokowi bukan menjadi faktor utama penyumbang suara untuk Golkar.

Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan ada faktor internal dan eksternal di balik anomali lonjakan suara Golkar ini.

Secara internal, Agung menilai kepemimpinan Airlangga selaku Ketua Umum solid walaupun sempat diguncang. Airlangga dinilai mampu mengkonsolidasikan figur dan mesin-mesin partai melalui penempatan caleg-caleg berkualitas secara merata di semua dapil.

“Secara eksternal, peran Airlangga sebagai Menko Perekonomian yang mengorkestrasi program-program peningkatan perekonomian rakyat seperti bansos, efektif menyentuh rakyat. Apalagi ini ditopang oleh gerak sinergis dengan Presiden Jokowi,” kata Agung.

Isu Jokowi bakal pindah ke Goikar

Ia bahkan menilai isu Jokowi yang akan pindah dari PDIP ke Golkar di masa yang akan datang turut mempengaruhi suara partai yang lama berjaya di zaman Orde Baru (Orba) itu.

“Dan bukan tak mungkin bila Presiden Jokowi akhirnya pindah dari PDIP ke Golkar, raihan suara partai berlambang beringin semakin meningkat di masa-masa mendatang,” kata Agung.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menerangkan terdapat tiga hal yang menjadi kunci utama di balik suara Golkar naik signifikan. Pertama, adanya faktor leadership Airlangga yang bisa mensolidkan mesin partai Golkar.

“Kedua, anatomi kekuatan Golkar terletak pada caleg mereka yang bertarung di lapangan. Rata-rata mereka cukup berpengalaman,” terang Adi.

Adi turut menyoroti strategi pencalegan yang dilakukan Golkar. Menurut Adi, banyak caleg Golkar adalah mantan kepada daerah yang kemudian sukses dulang kursi di tiap dapil. Misalnya, ada Mantan Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.

“Golkar kuat karena strategi pencalegan. Tahun 2019 yang lalu pun konversi suara kursi DPR Golkar runner up di atas Gerindra sedikit. Padahal sejumlah elite Golkar saat itu berurusan dengan KPK jelang pencoblosan,” kata Adi.

Ancaman bagi PDIP?

Di sisi lain, Agung menjelaskan ceruk pemilih PDIP dan Golkar itu berada di segmen yang berbeda. Mulai dari figur capres-cawapres yang diusung maupun identitas partainya. Ia menilai titik temu PDIP dan Golkar di Pilpres 2024 ini berada di Jokowi.

“Dalam konteks inilah, ancaman Golkar terhadap PDIP nyata karena selama ini, Presiden Jokowi dan keluarga memiliki basis massa di Solo Raya yang notabene salah satu wilayah ‘Kandangnya Banteng’,” ucap Agung.

Sementara itu, Idil menilai PDIP dan Golkar memiliki ceruk pemilih yang solid. Idil menyebut basis pendukung kedua partai ini senada secara ideologis, yakni nasionalis. Namun, Idil mengatakan terdapat perbedaan dalam perilaku memilih pada pemilih kedua partai itu.

“Menurut saya dua-duanya kemudian tidak memberikan sebuah ancaman sih, kalau secara politik,” kata Idil.

Sejauh ini, Idil menilai PDIP masih di atas angin, meskipun perbedaan perolehan suara antara PDIP dan Golkar tidak terlalu besar.

“Tapi itu tetap dalam konteks pemilihan, mereka tetap menjadi pemenang pemilu ya. Kalau seandainya hasil real KPU-nya masih sama seperti sekarang,” imbuh dia.

Adapun Agung menilai posisi Golkar saat ini belum bisa menggeser PDIP sebagai dari kursi Ketua DPR. Hal itu melihat dari perolehan suara hitung cepat atau quick count dari sejumlah lembaga.

Menurut Agung, sangat kecil kemungkinannya Golkar dapat menggeser PDIP di hasil real count KPU. Sebab, margin of error dari quick count biasanya di bawah 1 persen, meskipun selalu ditulis +/- 1 persen.