Assalamu’alaikum Warah Matullahi Wabaratuh
Jama’ah Idul Fitri Rahimakumullah.
Hari ini kita kaum muslimin menunaikan ibadah shalat Idul Fitri mengikuti sunnah Nabi. Idul Fitri bermakna ”Hari Raya Berbuka Puasa.” Setelah berpuasa di bulan Ramadhan selama satu bulan penuh, yang dilarang itu menjadi halal kembali. Kita dibolehkan makan, minum, dan pemenuhan kebutuhan biologis sebagaimana mestinya. Kendati dihalalkan, seyogyanya pemenuhan hasrat alamiah itu dilakukan secara baik, dan tidak berlebihan.
Idul Fitri bagi kalangan umat Islam di tanah air, sering dimaknai sebagai “Hari Raya Fithrah”, yakni menepati jiwa yang suci.
Ada dua hal penting yang membuat Ramadan berbeda dengan bulan lainnya :
Pertama, bahwa setiap muslim kembali menjadi pribadi yang bersih jiwanya dari dosanya setelah melaksanakan puasa di bulan suci Ramadhan, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya: ”Barang siapa puasa bulan ramadhan dengan imanan wahtisaaban, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa masa sebelumnya”.
Kedua, setelah menjalankan amalan Ramadan, pada hari Idul Fitri umat muslim diwajibkan menunaikan zakat fitrah yang mengandung arti menyucikan harta kita, menyucikan diri kita.
فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
Artinya: “Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitri sebagai pembersih (penyucian diri) untuk orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan keji, dan sebagai makanan untuk orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud).
Jama’ah Idul Fitri Rahimakumullah.
Dalam al-Qur’an proses penyucian diri dikaitkan dengan mengembalikan diri pada jiwa yang bertakwa yang fitri. Pemaknaan ini mengandung relasi dengan firman Allah dalam Al- Qur’an;
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا وَقَدۡ خَابَ مَنۡ دَسّٰٮهَا
Artinya: “Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorinya,” (asy-Syams ayat 9-10). Karenanya para jamaah Idul Fitri Rahimakumullah , mari kita rawat jiwa yang fitrah itu agar tetap bening di hati dan indah dalam perbuatan. Boleh jadi, setelah waktu berlalu masih terdapat paradoks perilaku. Qalbu yang semestinya dijaga agar tetap bersih dari dosa, dalam praktiknya tergoda oleh hal-hal tercela. Lisan yang seharusnya terjaga masih memproduksi ujaran-ujaran tidak berguna. Sementara sikap-tindak sehari-hari jauh dari cerminan islami.
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Jama’ah Idul Fitri Rahimakumullah!
Pasca Ramadhan dan Idul Fitri, perbuatan seperti apa yang perlu dilakukan? Tentunya, segala tindakan baik selama bulan suci Ramadhan akan tetap terpelihara dalam kehidupan. Singkatnya, perbuatan positif tersebut sangat erat kaitannya dengan bangunan kehidupan sosial.
Tiga Pesan Baik
Ada tiga pesan baik yang harus senantiasa kita semai setelah Ramadan ini kita lalui :
Pertama, umat Islam perlu menyebarkan energi positif dengan membangun rasa kepercayaan dan kepedulian terhadap orang lain. Sehingga, setiap pribadi akan menyebarkan energi positif dalam membangun hubungan sosial, tidak penuh curiga dengan sesama, dan mari meningkatkan kepedulian satu sama lain. Ketika kecurigaan terhadap orang lain berkurang dan pada saat yang sama rasa saling percaya meningkat, maka akan tumbuh sebuah ketulusan dan solidaritas sosial.
Saudara-saudara sekalian, bahkan dalam sebuah riset menyebutkan membangun hubungan baik dalam kehidupan sosial ini memiliki dampak terhadap usia dan kebahagiaan seseorang. Sebuah penelitian panjang dilakukan oleh universitas Harvard selama 75 tahun terhadap 724 anak muda di Amerika, untuk mengungkap apa yang membuat hidup seseorang panjang dan bahagia. Penelitian ini menemukan bahwa ada sekitar 64 orang memiliki usia panjang.
Penelitian ini menemukan bahwa, hubungan sosial yang baik dan penuh rasa kepercayaan dan kepedulian dengan orang lain akan membuat seseorang lebih sehat dan lebih bahagia. Mereka yang sering menyendiri dan tidak memiliki hubungan sosial yang baik cenderung kurang bahagia dan berusia lebih pendek. Betapa buruknya konflik yang merusak hubungan sosial terhadap kesehatan dan kebahagiaan kita.
Orang yang paling puas terhadap hubungan baik dengan sekitarnya adalah mereka yang paling bahagia pada usia tua. Misalkan, mereka yang memiliki hubungan baik dengan orang lain, pada saat usia tua di atas 50, sekalipun mereka memiliki penyakit atau rasa sakit, mereka tetap bahagia. Menariknya, penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa hubungan baik yang tidak penuh curiga tersebut juga membuat memori otak manusia tetap kuat dan tajam pada saat usia 80 ke atas.
Jadi jamaah sekalian, betapa dahsyatnya ajaran agama kita, Islam mendorong kita untuk menjadi pribadi yang baik, membawa energi positif yang penuh saling percaya dan bebas dari rasa saling curiga dan prasangka buruk terhadap orang lain. Tindakan atau perilaku saling percaya untuk membangun hubungan sosial dan penuh kedamaian tersebut tentunya kembali pada kepada kesadaran, bahwa segala tindakan kita diawasi oleh Allah SWT yang kita kenal dengan konsep Keihsanan.
Apakah mungkin bagi seseorang untuk saling curiga dan memusuhi orang lain, jika kita punya kesadaran bahwa Allah mengawasi tindakan kita. Kalau setiap pribadi selalu merasa bahwa tindakannya diawasi oleh Allah SWT maka pengawasan yang dirasakan setiap pribadi tersebut akan berubah menjadi sebuah kesadaran dan pengawasan dalam konteks sosial.
Kedua, kita semua perlu menyebarkan energi positif dengan menjadi pribadi pemaaf.
Selain menumbuhan rasa kepedulian antar sesama, seperti Infaq dan sejenisnya. Salah satu hal penting yang harus kita usahakan adalah menjadi pribadi pribadi pemaaf. Dalam Quran Surat Al-Imron 134 :
الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤
Artinya : (yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.
Kalau pada bulan suci Ramadhan kita dilatih untuk menahan amarah, maka salah satu dari buah menahan amarah adalah menjadi pribadi pemaaf. Mereka yang telah melatih untuk menahan amarah cenderung akan menjadi pribadi pemaaf. Tidak mengingat-ingat kesalahan orang lain yang dapat mengakibatkan depresi dan gelisah. Misalkan, kita sering mendengar “saya maafkan, tetapi akan selalu saya ingat”, ini bentuk tidak benar-benar memberi maaf pada orang lain.
Jadi orang yang bisa menahan amarah akan cenderung menjadi pribadi yang benar-benar pemaaf, memaafkan secara tulus, dan menghapus luka-luka yang diakibatkan tindakan orang lain. Bahkan ada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas di Portugal namanya Felix Neto menemukan bahwa menahan amarah itu memiliki dampak positif terhadap pemaafan. Orang yang semakin menahan amarah, semakin menjadi pemaaf.
Selain itu, dalam sebuah penelitian tahun 1999, seorang peneliti Amerika menemukan bahwa orang yang taat terhadap agama cenderung menjadi pribadi pemaaf. Semakin taat orang beragama maka semakin ia menjadi pribadi pemaaf. Kalau di antara umat Islam ini telah menjadi pribadi pemaaf dan saling memaafkan kesalahan orang lain, maka hubungan sosial akan terjaga dengan baik dan semakin kuat. Kepedulian sesama akan semakin meningkat. Solidaritas sosial juga akan semakin menguat.
Ketiga, Ummat Islam perlu menyebarkan energi positif dengan menunjukkan diri sebagai pribadi yang saling menghormati dan saling menghargai sesama. Orang yang benar-benar menjalankan puasa Ramadhan, dia akan melestarikan sikap saling menghormati dan menghargai. Mereka tidak akan sibuk untuk minta dihormati dan dihargai. Justru sebaliknya, mereka akan sibuk menghormati dan menghargai orang lain. Bagaimana mungkin seseorang akan dihormati dan dihargai oleh orang lain, kalau dia tidak melakukan hal yang sama terhadap orang lain.
Umat Islam di negeri ini dapat menyebarkan energi positif yaitu sebuah perilaku individu dan sosial yang membuahkan kebaikan, kedamaian, permaafan, ketulusan, solidaritas sosial, serta hubungan antar sesama yang saling menebarkan keadilan dan keihsanan.
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Jama’ah Idul Fitri Rahimakumullah!
Puasa dan Idul Fitri bagi umat Islam harus menjadi washilah (sarana) atau jalan meneguhkan keberagamaan yang fitri atau hanif sebagaimana firman Allah :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ.
Artinya; Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Ar-Ruum ayat 30).
Jika puasa dan Idul Fitri bagi umat islam, adalah jalan meneguhkan keberagamaan yang fitri atau hanifmaka kita sebagai muslim, setelah puasa sebulan penuh dibulan ramadhan, dan selesai melaksanakan idul fitri ini, maka keluaran atau produk Puasa dan Idul Fitri adalah;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan,” (Qs. As-Shaf ayat 2-3).
Jama’ah Idul Fitri Rahimakumullah!
Di penghujung khutbah ini, mari kita bermunajat kepada Allah dengan khusyuk dan penuh pengharapan. Semoga seluruh amal ibadah kita di bulan Ramadhan dan sesudahnya kian bermakna dan diterima di sisi Allah, sehingga di Hari Akhir nanti menjadi jalan meraih surga jannatun na’im dalam naungan Ridla dan Karunia-Nya. Amin ya Rabb al-’Alamin.
Wassalamu’alaikum Warah Matullahi Wabaratuh