Peristiwa

Pengurus Ponpes Matholi’ul Anwar Lamongan, Bantah Ada Penganiayaan Santri

LAMONGAN, FaktualNews.co-Diduga mendapat perlakuan kekerasan dari teman sepondok. Santri berinisial AKA (13) Pondok Pesantren (Ponpes) Matholi’ul Anwar, Simo, Sungelebak, Karanggeneng, Kabupaten Lamongan.

Pihak orang tua korban bocah di bawah umur tersebut tidak terima putranya diperlakukan tiga rekannya sendiri dengan cara kaki dan tangan korban diikat, kemudian dibanting hingga tak sadarkan diri dengan telinga mengeluarkan darah. Terkait itu, orang tua korban kemudian melaporkan kasus tersebut ke polisi pada Kamis (9/5/2024).

Hal tersebut dibantah salah satu pengurus ponpes, Abdduloh Faqih yang menyebut bila menurut hasil pendalaman pihak pondok terkait dugaan penganiayaan adalah murni tidak atas dasar kesengajaan.

“Setelah kejadian itu santri yang bersangkutan sudah dipanggil dan tidak ada unsur ingin menganiaya, dan bermula candaan,”ujar Gus Faqih yang juga Kepala Asrama pria dan program Tahfiz, Ponpes Matholi’ul Anwar, Minggu (12/5/2025).

Lebih jauh Gus Faqih menceritakan, bila peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (5/5/2024) pukul 21.00 WIB. Ketika itu dilakukan rutinitas setor hafalan dan sambil menunggu waktu urut setoran ketiga teman korban itu kemudian berniat bercanda dengan mengikat tangan dan kaki korban dengan tali pramuka.

“Saat itu korban rebahan terus tiga orang temanya ingin memindahkan dengan niat bercanda. Namun korban seketika berontak dan melawan, kemudian tiga temanya yang mengangkat korban tak bisa menyeimbangkan tubuh korban hingga akhirnya terjatuh dengan kepala membentur lantai,” terang Gus Faqih.

Dari awal, lanjut Faqih menambahkan, bahwa niat membanting, melempar itu tidak ada. Bahkan, berita yang mengabarkan korban pingsan itu tidak benar.

“Saat kejadian itu, korban sadar tidak pingsan, bahkan setelah itu korban masih berjalan dari lantai 4 kamar Tahfiz menuju unit kesehatan pondok, dalam keadaan korban baik-baik saja,” Beber Faqih.

Lebih jauh Faqih mengaku, adapun asrama yang ditempati korban dan tiga rekannya itu adalah tempat khusus Tahfiz Al-Qur’an, tempat khusus itu memiliki pengawasan ketat berfasilitas eksekutif.

“Di kamar khusus Tahfiz itu sudah ada pengawasnya bahkan ada dua Ustadz. Namanya juga Pondok, santri santrinya suka bercanda,” jelasnya.

Hingga saat ini pihak pesantren mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan jalan kekeluargaan, namun tetap menghormati segala  proses hukum.

“Beberapa kali sudah ada pertemuan dan sesepuh minta kekeluargaan tapi pihak keluarga korban maunya proses hukum, maka kami bersedia mematuhi dan menghormati proses yang ada.” Pungkas Faqih.

Hingga saat ini pihak pesantren belum ada panggilan dari polisi untuk dimintai keterangan terakhir peristiwa tersebut.