Pendidikan

Serabi Manis Cara SDN Tamansari 1 Bondowoso, Lestarikan Cinta Lingkungan

BONDOWOSO, FaktualNews.co-Masalah sampah adalah topik yang tidak ada ujungnya dan perlu diperhatikan secara khusus. Banyak permasalahan yang timbul dari masalah sampah. Di antaranya turunnya estetika di sekitar lingkungan sekolah, sampah berserakan, lingkungan tercemar, terjadi banjir dimana-mana.

Sumber daya alam akan musnah dan yang lebih parah lagi adalah terkikisnya karakter peduli lingkungan.

Berdasarkan permasalahan sampah yang kompleks tersebut, SDN Tamansari 1, Kecamatan Bondowoso, menciptakan inovasi Sekolah Ramah Lingkungan Bersih dan Indah untuk Mewujudkan Generasi Emas yang diakronimkan “Serabi Manis”.

“Ada beberapa langkah yang kami terapkan untuk memecahkan masalah sampah melalui inovasi tersebut. Di antaranya Sejenak Memungut (Semut), Mengurangi, Menggunakan, Memanfaatkan kembali, dan Mendaur Ulang (Ngumek Dalang), Bank Data Sikap Siswa (Bata Siwa), membuat istana baca serta menciptakan pasukan maggot,” ungkap Kepala SDN Tamansari 1, Siti Mutawarridah, Jumat (19/07/2024).

Maggot, lanjut Siti Mutawarridah, merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia Illucens dalam bahasa Latin.

“Fase hidupnya terbilang singkat hanya rata-rata tujuh hari. BSF adalah jenis lalat yang bersih tidak makan dari kotoran sampah dan tidak membawa penyakit bagi manusia. BFS betina dapat menghasilkan telur berjumlah 500-900 buah yang akhirnya akan menetas dan menjadi larva. Saat berbentuk larva ini maggot dimanfaatka untuk menghabiskan sampah organik,” jelasnya.

Wanita asal Malang tersebut meyakini, budidaya maggot dapat mengubah sampah menjadi sumber daya yang bernilai. Program ini membantu mengurangi masalah sampah organik dan memberikan manfaat yang ramah lingkungan.

Magot dapat dimanfaatkan untuk pakan ungags atau ternak dan pakan ikan. Magot banyak mengandung nutrisi yang sangat tinggi (43%) serta kaya kalsium dan nutrisi lain.

Ida, sapaan KS SDN Tamansari 1 menambahkan, terdapat beberapa perubahan signifikan sebelum dan sesudah inovasi dilaksanakan.

“Contohnya, sebelum Serabi Manis ini diaplikasikan, banyak sampah berserakan di area sekolah. Siswa belum bisa membedakan sampah organik dan non-organik, sering terjadi banjir saat hujan dan kesadaran peserta didik pada kebersihan lingkungan kurang,” urainya.

Namun, setelah Serabi Manis dilaksanakan, permasalahan yang telah disebutkan bisa teratasi.

“Selain itu, Serabi Manis  juga dapat membentuk karakter siswa peduli sampah serta mengurangi pencemaran terhadap lingkungan,” urainya.

Dampak yang dirasakan dari inovasi tersebut tak hanya dirasakan warga sekolah. Namun terhadap orang tua siswa juga.

“Dengan adanya Serabi Manis, lebih meningkatkan peran serta orang tua terhadap putranya, menjaga sikap positif anak serta berperan aktif dalam mendampingi bagaimana cara mengatasi sampah,” ucap inovator Serabi Manis.

Lebih lanjut, Ida menegaskan inovasi Serabi Manis tetap berkelanjutan dan terus dikembangkan. Hasil dari monitoring dan evaluasi terus kami musyawarahkan dengan tim. Jika ada kendala atau permasalahan dalam melaksanakan kegiatan, dicari solusinya dan terus dikembangkan,” pungkasnya.