Peristiwa

Ratusan Buruh Perkebunan di Jember Demo Upah dan Tiga Direksi Tidak Profesional

JEMBER, FaktualNews.co – Sekitar 250 buruh dari lima kebun wilayah Perumda Perkebunan Kahyangan Jember, menggelar aksi unjuk rasa di dua lokasi.

Dimulai dari depan Kantor Perumda Perkebunan Kahyangan Jember dan dilanjutkan di Depan Pendapa Wahyawibawagraha, Jember, Rabu (18/9/2024).

Ratusan buruh tersebut berasal dari Sumberwadung, Kali mrawan, Sumber Tenggulun, Sumber Pandan, dan Sumber Pasang.

Mempertanyakan pernyataan Direksi Perumda Perkebunan Kahyangan Jember, yang sebelumnya diberitakan menaikkan upah untuk buruh yang bekerja di perusahaan. Namun kenyataannya, menurut Korlap Aksi Hermanto hal itu tidak ada.

Dalam aksi, saat di depan Pendapa Wahyawibawagraha Jember. Massa aksi tidak ditemui Bupati ataupun Wakil Bupati Jember.

Sehingga sempat membuat dua ratus massa aksi beringas dan membuat roboh gerbang besi di depan pendapa tempat tinggal bupati itu.

“Yang jelas soal honor ini tidak UMK. Buruh-buruh bersatu ini untuk menanyakan kejelasan UMK, seperti yang disampaikan Direksi di berbagai media sebelumnya tahun 2024,” kata Hermanto saat dikonfirmasi sejumlah wartawan di sela aksinya.

“Untuk honorer itu, perlu diketahui (rate-nya) hanya Rp 1,2 – 1,4 juta saja. Itu untuk buruh harian. Tapi untuk (buruh) sadapan, yang disampaikan ibu-ibu jelas. Antara Rp 300-700 ribu, mana yang (disebut) UMK?” sambungnya.

“Terkait kondisi ini, kata Hermanto, jauh-jauh hari sebelumnya sudah disampaikan. Tapi alasannya tidak masuk. Dia (direksi) hanya mengurus perutnya sendiri,” ucapnya.

“Bukan mementingkan perut karyawannya. Intinya tidak ada realisasi menaikkan upah itu, malah yang ada tambah anjlok. Tapi kalau (disebut) ada realisasi (ada kenaikan honor), itu hanya disampaikan ke bupati. Saya tidak tahu,” imbuhnya.

Terkait aksi unras yang dilakukan, lebih lanjut kata pria yang juga sebagai buruh penjaga keamanan di salah satu kebun yang dikelola Perumda. Pihaknya ingin menanyakan realisasi yang disampaikan Perumda secara jelas dan konkret

“Sehingga aksi kami ini, ingin mempertanyakan dan sebenarnya kami sudah muak dengan apa yang dilakukan direksi itu. Sehingga kami tuntut agar tiga direksi itu dicopot dari jabatannya. Mereka murni hanya numpang makan di perusahaan,” tegasnya.

“Dari aksi ini, kami mengancam mogok sebagai teguran pertama. Kedua, mungkin penjualan (hasil sadapan karet, dan panen kopi) terserah apa kata karyawan. Bagaimana kalau karyawan kelaparan? Sementara terobosan intinya (para redaksi gak ada),” ungkapnya kecewa.

Kata Hermanto lagi, ia mendengar jika Perumda malah menggarap keuntungan penyertaan modal. Untuk komoditas tanaman tebu.

“Padahal komoditi nasional itu, kopi dan karet. Apalagi yang dipunya perusahaan itu, hanya gilingan kopi dan karet. Tebu tidak ada,” tegasnya.

“Dari kejadian ini, kami (ratusan buruh). Akan melakukan aksi mogok kerja. Sampai ada tanggapan dari Direksi maupun Pemerintah Kabupaten Jember,” imbuhnya.

Ada lima poin yang disampaikan dalam orasinya.

  1. Upah Minimum Kabupaten (UMK) tidak dipenuhi, masih banyak karyawan atau buruh yang mendapat gaji di bawah.
  2. Penjualan hasil tanaman sengon di Jember dilakukan dengan cara yang tidak prosedural
  3. Pelanggaran hak buruh seperti hak cuti, tunjangan dan jaminan sosial masih sering diabaikan oleh petinggi.
  4. Kesejahteraan buruh yang masih dinilai buruk dan stagnan (tidak ada peningkatan).
  5. Kebijakan direksi yang seringkali tidak tepat sasaran dan tak memberikan keuntungan bagi.

Dari pantauan di lokasi aksi, yakni di Depan Pendapa Wahyawibawagraha Jember. Mediasi antara Kepala Satpol PP Jember dengan ratusan massa aksi tidak menemukan titik temu. Karena tidak ditemui langsung oleh pihak Direksi Perumda Kahyangan maupun Bupati Jember.

Terjadi aksi dorong hingga menyebabkan gerbang depan dari bahan besi Pendopo Wahyawibawagraha Ambruk. Kejadian itu terjadi sekitar pukul 12.30 WIB.

Menanggapi aksi tersebut, Kapolres Jember AKBP Bayu Pratama Gubunagi yang tampak memimpin langsung keamanan dari aksi.

Menyesalkan dengan adanya aksi pengerusakan pintu gerbang yang dilakukan oleh ratusan pengunjuk rasa itu.

“Tidak seharusnya demonstrasi dilakukan dengan cara yang anarkis. Seharusnya demonstran bisa lebih tertib dan kondusif saat melakukan aksi demo,” ujarnya.