Peristiwa

Lecehkan Teman Sekelas, Siswa SD di Jember Hanya Pasrah

JEMBER, FaktualNews.co – Dugaan kasus pelecehan seksual dilakukan tiga bocah laki-laki kelas 2 SD Swasta Ternama di Jember. Korban juga sesama bocah perempuan umur 8 tahun teman sekelasnya. Aksi dugaan pelecehan seksual itu terekam kamera CCTV dan diketahui pihak sekolah juga orang tua korban. Kejadian yang terjadi sekitar tanggal 28 Agustus 2024 itu, membuat korban takut sekolah dan selama kurun waktu sebulan ini menjalani kegiatan belajar mengajar lewat daring dari rumahnya. Kejadian ini terungkap saat orang tua korban warga Kecamatan Kaliwates, Jember. Meminta pertolongan dan pendampingan kepada Pengurus PC KOPRI (Korps PMII Putri) Jember. Saat ini, kata Ketua PC KOPRI Jember Isna Asaroh, antara orang tua korban, tiga orang tua terduga pelaku, pihak sekolah, Dispendik Jember, dan UPTD PPA DP3AKB Jember, masih melakukan proses musyawarah dan tabayyun untuk menangani dugaan kasus ini.

“Awal terungkapnya kasus ini, itu dari pengakuan korban kepada orang tuanya. Juga dari hasil rekaman kamera CCTV di sekolah. Orang tua korban mendapati anaknya berada di dalam ruang kelas bersama ketiga teman lelakinya (diduga terduga pelaku pelecehan seksual). Saat itu kejadiannya pulang sekolah sekitar pukul 15.38 WIB,” kata Isna saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Selasa (1/10/2024). Sementara untuk rekaman CCTV, menurut Isna, didapatkan dari pihak orang tua meminta kepada pihak sekolah. Untuk memastikan kebenaran informasi dari pengakuan korban.

Ada 3 scene (adegan) rekaman video kamera CCTV, lanjut Isna, yang kemudian menjadi barang bukti dugaan adanya pelecehan seksual yang dilakukan ketiga teman korban itu. “Video pertama adalah adegan dimana korban bersama ketiga temannya sedang diganggu. Saat itu sudah pulang sekolah dan mereka sedang menunggu jemputan orang tua. Ketiga dimana terduga pelaku mendorong salah seorang siswa kelas 1 laki-laki untuk kemudian disuruh mencium korban sampai korban menangis. Korban saat itu berusaha lari, dan kemudian memeluk teman sekelasnya perempuan. “Tapi siswa kelas 1 laki-laki itu kembali didorong dan karena itu kemudian mencium tengkuk (leher bagian belakang) korban,” ulasnya lebih jauh.

Selanjutnya untuk rekaman video kedua, lanjut Isna, adegan yang terjadi di dalam ruang kelas korban. Saat kejadian, katanya, teman perempuan korban dijemput pulang orang tuanya.Sehingga tinggal korban dan ketiga teman lelakinya itu. Mereka satu kelas. Ketiga lelaki teman korban itu menutup pintu dan diganjal dengan gagang sapu. Salah satu (terduga pelaku) teman lelakinya memukul korban dengan songkok, dan satunya menarik korban sampai menangis (menjauh dari pintu kelas),” ujarnya.Untuk rekaman video lain atau scene ketiga, tutur Isna lebih detail, dari rekaman video kamera CCTV itu tampak ada percakapan, tapi tidak terdengar. Tapi dari pengakuan korban, saat itu ketiga teman lelakinya menyampaikan jika ingin pintunya dibuka. “Korban, maaf harus buka baju dan maaf susunya (payudara) harus mau dipegang dulu. Baru diperbolehkan pulang dan pintu ruang kelas dibuka,” sambung dia.

Dari pengakuan korban itu, juga dibenarkan oleh salah satu terduga pelaku. Karena dari kejadian tersebut. Untuk awal musyawarah dan asessment sudah dilakukan pihak sekolah, dengan ketiga orang tua terduga pelaku serta ortu korban. “Tapi memang tidak sampai terjadi hal itu (korban buka baju). Karena beruntung orang tuanya sudah datang dan menjemput. Korban pun sempat berlari dan langsung memeluk ibunya dengan menangis. Dari kejadian inilah kemudian ibunya meminta rekaman CCTV, dan asessment awal itu,” ucap dia.

Dari kejadian ini, kemudian dilanjutkan musyawarah dan asessment awal. Pihak sekolah memberi keputusan untuk memindahkan ketiga orang terduga pelaku ke kelas yang berbeda dengan korban. “Nah setelah dipindahkan itu, orang tua korban tetap tidak menerima keputusan tersebut dan masih merasa keberatan. Akhirnya, orang tua mengajukan banding menuju Dinas Pendidikan setempat,” jelas Isna. Hasil banding yang didapat adalah, Dispendik menyerahkan sepenuhnya keputusan itu pada pihak sekolah. Kemudian dibantu untuk melakukan mediasi dengan pihak UPTD PPA DP3AKB Jember. Hingga kini, proses tersebut masih berlanjut. Pihak keluarga korban enggan membawa permasalahan tersebut menuju ranah hukum dan memilih untuk diselesaikan secara musyawarah.

“Yang pasti karena korban masih anak-anak, pelaku juga masih anak-anak. Jadi kita usahakan bagaimana permasalahan ini bisa selesai secara kekeluargaan terlebih dahulu,” ujar Isna. Proses mediasi sendiri menurut dia, juga sudah dilakukan bersama dengan DP3AKB, pihak yayasan sekolah serta keluarga korban maupun pelaku hingga saat ini. Akibat kejadian itulah, korban tidak mau sekolah selama kurun waktu sebulan belakangan. Agar tidak tertinggal, maka dengan system daring Korban menjalani sekolah dia. Terpisah, UPTD PPA DP3AKB Jember membenarkan kejadian ini. Petugas Pendamping Sindi Dwi Yunike mengatakan, pihaknya masih melakukan pembahasan terkait kasus ini.

“Kami sudah melakukan assessment dengan pihak sekolah serta bertemu dengan orang tua korban, orang tua masing-masing terduga pelaku untuk melakukan proses mediasi. Tapi masih dilakukan pendalaman,” ucap Sindi. Terkait laporan resmi ke pihaknya, kata Sindi, dilakukan sejak 8 September 2024 lalu. Sekitar pukul 20.00 WIB, orang tua korban datang ke Kantor UPTD PPA DP3AKB Jember. Selain melakukan beberapa assessment, UPTD PPA DP3AKB Jember mengaku telah melakukan tes psikologi kepada korban, ketiga terduga pelaku, juga orang tua korban serta ketiga ortu terduga pelaku. Untuk ranah kasusnya sendiri memang belum sampai ke kepolisian. Tapi apabila memang pihak keluarga meminta untuk menuju ke ranah hukum, mereka siap mendampingi.