Konflik Buaya dan Manusia di Bangka Belitung, Satu Korban Jiwa per Bulan
BANGKA, FaktualNews.co-Konflik antara buaya dan manusia di Kepulauan Bangka Belitung semakin mengkhawatirkan, dengan rata-rata satu korban jiwa setiap bulan.
Dalam sembilan bulan terakhir, tercatat sembilan orang meninggal dunia akibat serangan buaya.
Manajer Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi Foundation Endi R Yusuf mengungkapkan, jumlah korban diperkirakan lebih banyak jika termasuk luka-luka.
“Untuk Oktober 2024 sudah tercatat dua korban meninggal akibat serangan buaya,” ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (29/10/2024).
Menurut Endi, beberapa kasus serangan buaya berasal dari aktivitas penambangan timah ilegal, saat pekerja mencuci timah.
Endi mengungkapkan, serangan buaya terjadi karena rusaknya habitat dan tingkat agresivitas buaya itu sendiri.
“Di Bangka Belitung, dihuni buaya muara (Crocodylus porosus) yang terkenal sebagai salah satu jenis buaya paling agresif,” jelasnya.
Endi menambahkan, serangan terhadap manusia bukan disebabkan kelaparan buaya, melainkan karena habitatnya terganggu.
“Salah satu sifat buaya adalah menjaga teritorial. Jika merasa terancam, mereka akan menyerang,” bebernya.
Kasus terbaru menunjukkan bahwa korban ditemukan dalam keadaan utuh dengan sejumlah luka gores, menandakan bahwa buaya menyerang manusia karena merasa habitatnya terancam.
“Solusinya adalah jangan masuk ke habitat buaya. Kita harus saling menjaga dan tidak mengganggu kawasan mereka,” tegas Endi.
Saat ini, PPS Alobi terus berupaya melakukan penyelamatan dan rehabilitasi terhadap buaya yang berkonflik dengan manusia.
Namun, banyak buaya yang tidak terselamatkan karena dibunuh warga yang merasa terancam.
Daya tampung di pusat penyelamatan saat ini sudah overload. Lahan seluas 30×40 meter itu dihuni lebih dari 20 ekor buaya.
“Jika buaya baru dipaksakan ditambah, buaya lama akan menyerang,” ungkap Endi.
Dia berharap pemulihan lingkungan secara alami dan penjagaan batas wilayah habitat predator dapat dilakukan segera agar korban jiwa tidak terus berjatuhan.
Dihubungi terpisah, Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Pangkalpinang, I Made Oka Astawa menyatakan, dari Januari hingga Oktober 2024, telah dilakukan 9 kali operasi pencarian.
Mayoritas hasilnya adalah korban ditemukan dalam keadaan meninggal dunia.
“Serangan umumnya terjadi saat korban memancing ikan atau setelah melakukan penambangan,” ujar Oka.
Beberapa lokasi serangan buaya yang pernah terjadi termasuk Dusun Gedong, Simpang Lumut, dan Sungai Mendo di Bangka.
Oka menegaskan, data yang masuk berdasarkan laporan masyarakat, dan jumlah di lapangan bisa lebih banyak karena tidak semua kasus dilaporkan kepada petugas.