FaktualNews.co

Cuaca Panas Berlebihan Ganggu Produksi Cobek di Jombang

Ekonomi     Dibaca : 60 kali Penulis:
Cuaca Panas Berlebihan Ganggu Produksi Cobek di Jombang
FaktualNews .co/ Magang Satu ( MG - 1 )
Hasil cobek yang dikerjakan oleh Ismail warga Desa Gedangan, Mojowarno.

JOMBANG, FaktaualNews.co – Cuaca panas yang berlebihan tidak selalu membawa dampak positif, terutama bagi para perajin. Di Jombang, kondisi ini justru menghambat proses produksi cobek.

Hal ini dirasakan langsung oleh Ismail (50), seorang perajin cobek asal Desa Gedangan, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. Ia menjelaskan bahwa cuaca panas ekstrem disertai angin panas selama musim kemarau kerap menyebabkan cobek mudah retak.

“Musim kemarau, apalagi ketika angin panas mulai terasa, justru menjadi kendala. Cobek sangat mudah retak karena suhu yang terlalu panas,” ujarnya.

Menurut Ismail, kondisi tersebut biasanya terjadi pada bulan Juli dan Agustus, saat puncak musim kemarau. Suhu yang terlalu tinggi, bahkan hanya dari hembusan angin panas, dapat merusak struktur cobek sebelum benar-benar kering sempurna.

“Bulan Juli dan Agustus memang tantangan bagi kami. Kalau terkena angin panas saat proses pengeringan, cobek bisa langsung retak. Akibatnya, kualitas menurun,” lanjutnya.

Selama musim kemarau, Ismail tetap memproduksi sekitar 200 cobek per hari, jumlah yang sama seperti di musim penghujan. Namun, perbedaan terletak pada kualitas dan ketahanan produk. Cobek lebih mudah retak, sehingga membutuhkan perawatan tambahan.

“Jumlahnya memang tidak jauh beda, tapi karena sering retak, kami harus melakukan pemolesan ulang. Ini membuat proses produksi jadi lebih lama,” jelasnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Ismail menghindari penjemuran langsung di bawah sinar matahari. Cobek hanya diangin-anginkan atau dijemur di bawah pelindung seperti waring, dan jika perlu dijemur, waktunya dibatasi hanya 30 menit hingga 1 jam.

“Supaya tidak mudah retak, cobek cukup diangin-anginkan. Kalau dijemur pun tidak lama, hanya sebentar, lalu kembali diangin-anginkan,” tuturnya.

Ismail menambahkan bahwa musim hujan atau masa pancaroba justru menjadi waktu yang ideal untuk produksi cobek. Suhu yang cenderung sejuk membuat cobek lebih kuat dan kualitasnya lebih baik.

“Musim penghujan itu paling cocok. Hawa dingin membuat cobek tidak gampang retak. Saat musim seperti itu, saya bisa produksi 200 hingga 300 cobek per hari,” ungkapnya.

Cobek buatan Ismail dijual dengan harga bervariasi, tergantung ukuran. Mulai dari Rp2.000 untuk ukuran kecil hingga Rp6.000 untuk ukuran terbesar. Ia mengirim hasil produksinya ke pengepul di Nganjuk, namun tetap melayani pembeli langsung yang datang ke rumahnya.

“Saya kirim ke pengepul di Nganjuk, tapi ada juga pembeli yang langsung datang ke rumah, walau cuma beli satu atau dua cobek,” pungkasnya.(Wahyu)

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Slamet Wiyoto