FaktualNews.co

Belanja Pegawai Bengkak, Infrastruktur Menyusut, DIPA Tertutup: APBD Jombang 2025 Disorot Pengamat

Birokrasi     Dibaca : 479 kali Penulis:
Belanja Pegawai Bengkak, Infrastruktur Menyusut, DIPA Tertutup: APBD Jombang 2025 Disorot Pengamat
FaktualNews .co/ Tim Redaksi FN
Bustanus Salatin, pengamat ekonomi, pembangunan, dan kebudayaan asal Jombang.

JOMBANG, FaktualNews.co – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jombang tahun 2025 menuai sorotan tajam dari pengamat ekonomi, pembangunan, dan kebudayaan asal Jombang, Bustanus Salatin. Ia menduga adanya indikasi kuat praktik  korupsi kebijakan dalam penyusunan APBD, yang dinilai melanggar prinsip good governance serta sejumlah regulasi yang berlaku.

Menurut Bustanus, lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), penyusunan APBD Jombang 2025 dilakukan secara tidak transparan dan bertentangan dengan berbagai aturan, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, Permendagri Nomor 15 Tahun 2024, Peraturan Bupati (Perbup) Jombang Nomor 6 Tahun 2025, serta Perbup Nomor 67 Tahun 2024.

“Dalam perspektif pemikiran almarhum Hakim Agung Artidjo Alkostar, ini bukan hanya pelanggaran administratif, melainkan bisa dikategorikan sebagai korupsi kebijakan. Jenis korupsi ini lebih licik karena dilakukan melalui penyalahgunaan kekuasaan politik dan intelektual untuk menciptakan aturan yang justru merugikan rakyat dan keuangan negara,” tegas Bustanus saat dikonfirmasi, Selasa (24/6/2025).

Belanja Pegawai Membengkak, Infrastruktur Menyusut

Bustanus menjelaskan, ada pelanggaran serius dalam struktur alokasi belanja. Berdasarkan Pasal 2.2 Perbup Jombang No. 6 Tahun 2025 serta Pasal 146 Permendagri No. 15 Tahun 2024, belanja pegawai seharusnya tidak melebihi 30% dari total belanja APBD, di luar tunjangan kinerja daerah (TKD) untuk guru. Namun, pos ini diduga membengkak signifikan.

“Selain itu, belanja untuk infrastruktur pelayanan publik yang seharusnya minimal 40% dari total belanja APBD, sebagaimana diatur dalam Pasal 147 Permendagri No. 15 Tahun 2024, juga tidak terpenuhi,” ungkapnya.

DIPA Tertutup, Rawan Korupsi Sistemik

Pengamat yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Konsultan Manajemen Polygon ini turut menyoroti ketertutupan Pemerintah Kabupaten Jombang terhadap dokumen DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran). Padahal, berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, DIPA merupakan dokumen publik yang wajib diumumkan secara terbuka.

“Ketertutupan informasi anggaran membuka peluang terjadinya korupsi sistemik. Tanpa akses terhadap DIPA, publik kehilangan hak dasar untuk mengetahui bagaimana uang mereka digunakan,” tegasnya.

Korupsi Kebijakan: Licik dan Sistemik

Konsep ‘korupsi kebijakan’ yang pernah disinggung Artidjo Alkostar dinilai sangat relevan dalam kasus ini. Korupsi tidak hanya berbentuk suap atau penggelapan uang negara, tetapi juga dapat berupa penggunaan kekuasaan untuk menyusun kebijakan yang menguntungkan pribadi atau kelompok tertentu.

“Jenis korupsi ini sulit dideteksi karena dibalut prosedur yang tampak sah. Tapi dampaknya sangat merusak sistem pemerintahan, memunculkan distorsi ekonomi, dan mematikan keadilan sosial,” terang Bustanus.

Pejabat Bisa Dijerat UU Tipikor

Bustanus mengingatkan bahwa pejabat daerah, termasuk Sekretaris Daerah (Sekda), yang melanggar peraturan terkait tugas dan wewenangnya bisa dikenai sanksi administratif hingga pemberhentian. Bahkan, tindakan semacam ini dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

“Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 menyebutkan, penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, serta tindakan yang merugikan keuangan negara, termasuk tindak pidana korupsi,” pungkasnya.

Hingga berita ini ditulis, upaya konfirmasi kepada Sekretaris Daerah (Sekda) dan Bupati Jombang masih terus dilakukan.(Kevin Nizar)

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Tim Redaksi FN