NGANJUK, FaktualNews.co – Praktik rentenir berkedok utang piutang atau yang sering disebut bank plecit atau bank titil membuat masyarakat di wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur gelisah. Berdalih Koperasi Simpan Pinjam (KSP), para pemburu uang tersebut menagih dengan seenaknya sendiri terhadap nasabah tanpa menggunakan etika.
PD (64) hanya bisa duduk termangu. Ia meratapi nasibnya akibat ulahnya sendiri. Kendati hal itu dilakukan secara terpaksa. Dalam hati, warga Kecamatan Lengkong Kabupaten Nganjuk, itu tak akan lagi menadahkan tangan ke para pegawai bank plecit.
Lamat-lamat mulut keriput itu bertutur bagaimana dirinya bernasib sial dan berurusan dengan para rentenir itu. Kala itu ia tergiur tawaran pinjaman uang yang ‘disuguhkan’ pegawai bank plecit.
“Waktu itu saya memerlukan uang. Awalnya mengaku dari KSP, ternyata belakangan seperti itu. Caranya menagih galak sekali,” tutur DP saat ditemui FaktualNews.co di gubuknya, Selasa (20/2/2018).
Dahinya mengerenyit. Wajah renta itu tak lagi mampu ia sembunyikan. Peristiwa kelam itu seakan terus menjadi ‘hantu’ dalam kehidupannya. Bagaimana tidak, DP nekat mengakhiri hidupnya dengan sebotol pestisida.
“Saya sempat mencoba bunuh diri pada 2011 silam dengan meminum pestisida karena frustasi ditagih setelah menunggak selama tiga bulan,” kata DP mengingat peristiwa pahit itu.
Aksi diluar nalar itu memang cukup berdasar bagi warga dengan ekonomi di bawah garis kemiskinan seperti DP. Maklum saja, tekanan para penagih utang itu, cukup membabi buta. Di usia yang cukup senja, menurut DP, kematian adalah jalan yang paling mudah untuk mengakhiri penderitaan.
“Beruntung nyawa masih tertolong karena segera dilarikan ke rumah sakit oleh keluarga,” paparnya.
Hingga, aksinya itu membuat matanya terbelalak. Ia pun akhirnya mencari jalan lain guna melawan para pemburu hutang. Sepetak tanah miliknya lantas ia ‘tukarkan’ rupiah guna ‘membungkam’ para rentenir itu. Meskipun ia harus tinggal di bangunan kecil di belakang rumah lamanya.
“Saya jual rumah sama pekarangan depan untuk melunasi hutang di rentenir karena terlalu mentalan (tega). Pernah istri saya didatangi ke sawah sambil dikatain ‘kerja ndek sawah sampek jam yahmene gak duwe duwit ki kok gak kesamber bledek ae’ (kerja di sawah sampai jam segini gak dapat uang kok tidak disambar petir saja),” papar DP.
Bersama sang istri, kini DP bisa hidup tenang. Ia tak lagi menjadi target kejaran sang penagih utang bank plecit. DP berharap, pemerintah daerah bisa meminimalisir keberadaan bank plecit di Kota Angin, Nganjuk. Sehingga tak ada lagi warga miskin yang menjadi korban selanjutnya.
“Ya saya berharap agar diadili. Jangan keras-keras seperti itulah kalau menagih. Apalagi orang kecil kan perlu diberi bantuan,” harapnya.
BERITA SELENGKAPNYA:
Bank Plecit, ‘Pembunuh’ Berdarah Dingin di Kota Angin