FaktualNews.co

Percakapan Bung Karno dan Raja Arab Yang Bikin Mereka Tertawa

Nasional     Dibaca : 2727 kali Penulis:
Percakapan Bung Karno dan Raja Arab Yang Bikin Mereka Tertawa
Raja Saud dan Presiden Sukarno. Foto: Dok. King Saud Foundation (kingsaud.org)
soekarno-raja-saud

Raja Saud dan Presiden Sukarno. Foto: Dok. King Saud Foundation (kingsaud.org)

 

JAKARTA, FaktualNews.co – Kedekatan Indonesia dan Arab Saudi dimulai sejak era Presiden Pertama RI Soekarno yang memang dikenal bersahabat dengan Raja Arab Saudi saat itu, Saud bin Abdulaziz al Saud dan kunjungan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al Saud, ke Indonesia, 1 Maret 2017, semakin memperlihatkan betapa eratnya hubungan bilateral antar kedua negara tersebut.

Ada peristiwa lucu saat Bung Karno bertemu Raja Arab Saudi, Saud bin Abdulaziz al Saud.

Saat itu, Bung Karno menggagas Konferensi Islam Asia Afrika yang dilaksanakan di Bandung tahun 1964.

Di sela-sela lobi sidang, tiba-tiba Bung Karno memerintahkan Nyonya Supeni sebagai duta besar keliling Indonesia untuk memanggil Raja Saud.

Tentu saja duta besar keliling kesayangan Bung Karno ini bingung. Bagaimana caranya ia bisa “menggeret” Raja Saudi menuju kursi Bung Karno.

BACA JUGA :
[box type=”shadow” ]

[/box]
Dia harus berpikir keras mencari alasan agar sang raja mau menghampiri Bung Karno.

Nyonya Supeni teringat bahwa Raja Saud sudah diundang oleh Bung Karno untuk berkunjung ke Indonesia. Sehingga hal ini yang disampaikan Nyonya Supeni ke Raja Saudi.

“Apakah Sri Baginda masih berminat memenuhi undangan Presiden Sukarno?” Raja Saud terlihat berpikir keras dan seolah menimbang-nimbang.

Tanpa memberikan kesempatan lagi, Nyonya Supeni langsung mengusulkan kepada Sang Raja agar ia melanjutkan percakapan dengan Presiden Sukarno sendiri, mumpung selagi ada kesempatan bertemu langsung.

“Apakah saya boleh mendapat kehormatan untuk mengantar Sri Baginda ke tempat duduk Presiden saya?”

Raja Saud tidak menolaknya, sehingga Nyonya Supeni berhasil membawa Raja Saud duduk di sebelah Bung Karno yang tetap percaya diri duduk menunggu.

Keduanya sangat gembira dan bercakap-cakap sambil tertawa.

Waktu itu Raja Saud sempat mengeluh mengenai fisiknya yang lemah dan kondisi kesehatan yang sakit-sakitan.

Dengan cepat Bung Karno menjanjikan pengobatan tradisional ala Indonesia jika kelak dia berkunjung.

Setelah mereka bersenda gurau, lalu Raja Saudi kembali ke kursinya karena persidangan akan dimulai.

Bung Karno cepat cepat berbisik ke Nyonya Supeni.

“Kau tahu? Aku sudah meminta supaya uangnya yang banyak itu ditanam di Indonesia. Dia juga berjanji akan datang sambil membawa investasi.”

Namun sampai Bung Karno turun dari kekuasan, Raja dari Saudi tidak pernah datang ke Indonesia, dan juga tak pernah menanamkan uangnya di Indonesia.

Satu-satunya yang tersisa hanya mobil Chrysler Crown Imperial pemberian Raja Saudi, itu pun rusak dan hancur akibat terkena lemparan granat dalam peristiwa pengeboman Cikini.

Justru Raja Saudi berikutnya, Faisal bin Abdulaziz Al Saud yang berkunjung ke Indonesia tahun 1970 pada masa-masa awal kekuasan Presiden Suharto.

Saat itu Presiden Suharto memberi hadiah keris dan harimau yang diawetkan.

Sebagai balasan Raja Saudi memberi hadiah pedang bersepuh emas.

Bahkan Bu Tien yang saat itu belum menjadi muslim, juga ikut menyambut di ruang kepresidenan.

Raja Faisal terkenal dengan ide-ide Pan Islamisme dan sangat anti komunis.

Mungkin dalam kunjungannya ia ingin menimba langsung pengalaman dari sosok yang sukses menghancurkan partai komunis nomer tiga terbesar di dunia.

Secara resmi dalam pembicaraan bilateral kedua kepala negara hanya membicarakan soal krisis Timur Tengah dan kerja sama ekonomi. Namun kerja sama investasi dalam skala besar tak pernah terwujud.

Kini sejarah telah ditulis lagi.

Raja Salman datang berkunjung ke Indonesia dan menemui Presiden Joko Widodo.

Mungkinkah kali ini Raja Saudi bisa mewujudkan mimpi-mimpi presiden sebelumnya agar Raja Saudi menanamkan uangnya yang banyak di Indonesia?

National Geographic/Iman Brotoseno

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
S. Ipul
Sumber
National Geographic