Haris Abu Ulya Nilai Ada Kejanggalan Dalam Kasus Teroris Tuban
LAMONGAN, FaktualNews.co – Pemerhati kontra teroris Harist Abu Ulya menilai kasus penyerangan polisi di Jenu, Tuban, Jawa Timur, Sabtu (8/4/2017) lalu, yang menewaskan enam orang banyak kejanggalan. Karena, pada awalnya yang melakukan penyerangan diduga kelompok bandit kemudian bergeser ke isu terorisme.
“Dari Bandit ke Terorisme, Aneh?,” katanya melalui rilis yang diterima FaktualNews.co, Minggu (9/4/2017).
Harist menambahkan, bahwa masyarakat telah membaca di portal sosmed divhumas polda Jatim bahwa kasus tersebut adalah kelompok bandit yang menyerang polisi. Bahkan informasi yang beredar melalui pesan whatsapp karena keberadaan mobil Terios nopol H 9037 BZ dengan penumpangnya di anggap mencurigakakan oleh satlantas akhirnya diikuti.
“Akhirnya dilaporkan, penumpang mobil tersebut mengeluarkan tembakan ke arah aparat. Kemudian saat dilakukan pengejaran oleh aparat akhirnya mobil berhenti dan penumpang lari kearah kebun masyarakat, dan di waktu berikutnya publik akhirnya melihat 6 orang terkapar tewas di kebun,” katanya.
BACA JUGA :
- Haris Abu Ulya : Penangkapan Terduga Teroris Lamongan Terlalu Lebay
- 6 Terduga Teroris Tewas di Tuban Terkait JAD, Berikut Barang Bukti yang Disita Petugas
- Polisi Temukan Satu Kotak Peluru Didalam Mobil Pelaku Penembakan anggota Satlantas Polres Tuban
Barang bukti yang awalnya pasport, beberapa HP dan sekotak amunisi, masih menurut Harist, di waktu berikutnya bertambah dengan 2 mushaf Al Quran dan Handi Talky serta 2 pistol.
“Andaikan benar gerombolan 6 orang tersebut melawan dengan senpi, sementara barang bukti cuma 2 pucuk pistol. Maka bagaimana 4 orang lainnya tersebut melawan dan berujung tewas? Gak lucu jika seseorang membawa bom kemudian ia lari terbirit-birit sembunyi di kebun untuk melawan. Ini perlu penjelasan,” tegas Harist.
Menurutnya banyak kejanggalan dari isu tersebut, salah satunya dari nama yang muncul dikaitkan dengan jaringan teroris semarang itu juga nama yang asing. Harist menjelaskan, jika benar terduga teroris pegang 2 pistol dengan sekotak amunisi penuh lantas buat apa nyerang satlantas.
“Apakah 6 orang yang tewas benar terkait dengan kelompok pengikut ISIS semua? Semua yang tewas tidak mungkin lagi bisa di klarifikasi dan dibuktikan di depan pengadilan atas tuduhan aksi terorisme seperti yang dipublikasikan,” tanyanya.
“Masyarakat saat ini gagap untuk bisa komentar jika seorang tewas dengan label teroris atau terduga teroris. Karena label “teroris” seolah menjadi sertifikat halal untuk menghabisi nyawa seseorang dan tidak ada pertanggung jawaban atas hilangnya nyawa tersebut,” urai Harist.
Ia berharap, Kompolnas, Komnas HAM, Komisi III DPR RI, atau lnstitusi terkait serius memperhatikan kasus ini. “Dalam kasus terorisme, penyelesaian dengan cara kekerasan itu hanya akan menjadi pemicu kekerasan berikutnya. Sudah terbukti kekerasan tidak bisa mereduksi aksi terorisme secara signifikan,” pungkasnya. (sol/rep)