FaktualNews.co

60 Tahun Lalu Presiden Soekarno Sudah Wacanakan Pemindahan Ibu Kota Negara ke Palangkaraya

Nasional     Dibaca : 2990 kali Penulis:
60 Tahun Lalu Presiden Soekarno Sudah Wacanakan Pemindahan Ibu Kota Negara ke Palangkaraya
Soekarno dengan Yuri Gagarin, Nikita Khruchev dan Leonid Brezhnev di Kremlin (Moscow, Juni 1961). Copywriter/mobgenic/
soekarno-yuri-gagarin

oekarno dengan Yuri Gagarin, Nikita Khruchev dan Leonid Brezhnev di Kremlin (Moscow, Juni 1961). Copywriter/mobgenic/

 

JAKARTA, FaktualNews.co – Wacana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah kembali dikaji Pemeritahan Jokowi-JK. Karena saat ini, daya tampung Jakarta sudah sangat berlebih.

Memindahkan ibu kota dari Jakarta sebenarnya bukan wacana baru. 60 Tahun lalu, Presiden Soekarno yang visioner sudah berniat memindahkan pusat pemerintahan.

Presiden Soekarno pada tahun 1950-an sudah meramalkan Jakarta akan tumbuh tak terkendali. Soekarno dulu punya mimpi memindahkan ibu kota Republik Indonesia dari Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, salah satu indikatornya ialah Jakarta saat ini sudah macet parah. Selain itu, muka tanah juga terus mengalami penurunan.

“Jakarta jadi pusat segalanya, keuangan, industri, bisnis dan pemerintahan. Kemacetan makin parah, dan melihat ini maka perlu ada upaya untuk mencegah konsentrasi pembangunan wilayah,” ucap Menteri Bambang dikutip dari merdeka.com, di Kantornya, Jakarta, Selasa (11/4).

Dalam pandangannya, saat ini yang bisa dipindah adalah pusat pemerintahan. Pusat bisnis tidak mungkin dipindahkan karena ini tergantung permintaan pasar atau market.

Mengapa Palangkaraya?

Menurut Menteri Bambang, ada beberapa pertimbangan Soekarno. Pertama Kalimantan adalah pulau terbesar di Indonesia dan letaknya di tengah-tengah gugus pulau Indonesia. Kedua menghilangkan sentralistik Jawa.

Selain itu, pembangunan di Jakarta dan Jawa adalah konsep peninggalan Belanda. Soekarno ingin membangun sebuah ibu kota dengan konsepnya sendiri. Bukan peninggalan penjajah, tapi sesuatu yang orisinil.

“Jadikanlah Kota Palangkaraya sebagai modal dan model,” ujar Soekarno saat pertama kali menancapkan tonggak pembangunan kota ini 17 Juli 1957.

Satu hal lagi, seperti Jakarta yang punya Ciliwung, Palangkaraya juga punya sungai Kahayan. Soekarno ingin memadukan konsep transportasi sungai dan jalan raya, seperti di negara-negara lain.

Soekarno juga ingin Kahayan secantik sungai-sungai di Eropa. Di mana warga dapat bersantai dan menikmati keindahan kota yang dialiri sungai.

“Janganlah membangun bangunan di sepanjang tepi Sungai Kahayan. Lahan di sepanjang tepi sungai tersebut, hendaknya diperuntukkan bagi taman sehingga pada malam yang terlihat hanyalah kerlap-kerlip lampu indah pada saat orang melewati sungai tersebut,” kata Soekarno.

Untuk mewujudkan ide itu Soekarno bekerjasama dengan Uni Soviet. Para insinyur dari Rusia pun didatangkan untuk membangun jalan raya di lahan gambut. Hal yang harus dipecahkan bagaimana jalan raya bisa kuat dan awet di lahan gambut yang lunak. Pembangunan ini berjalan dengan baik.

Saat itu Indonesia memang sangat akrab dengan Rusia. Presiden Soekarno dengan bantuan Rusia membangun arena olahraga terbesar yang kita kenal sekarang dengan nama Gelora Bung Karno (GBK) di Senayan. Stadion itu dibuat hampir sama dengan Stadion Luzhniki di Moskow.

Tapi seiring dengan terpuruknya perekonomian Indonesia di awal 60an, pembangunan Palangkaraya terhambat. Puncaknya pasca 1965, Soekarno dilengserkan. Soeharto tak ingin melanjutkan rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan. Jawa kembali jadi sentral semua segi kehidupan.

Wacana yang sempat muncul di era Presiden Soeharto adalah memindahkan pusat pemerintahan ke daerah Jonggol. Lokasinya cuma sekitar 40 km dari Jakarta.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun sempat mengemukakan pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta. Terkait wacananya tersebut, SBY memberi contoh sukses negara-negara lain yang memisahkan pusat pemerintahan dengan pusat ekonomi. Dia menyebutkan di antaranya ada Turki dan Malaysia.

“Saya kira banyak contoh di dunia yang dipisahkan (pusat pemerintahan dan ekonomi), tentu ada plus dan minusnya,” kata SBY.

Putra Jaya merupakan kota yang menjadi pusat pemerintahan Malaysia sejak 1999, menggantikan Kuala Lumpur. Di sanalah kantor-kantor pemerintahan kini berdiri. Namun, pusat ekonomi tetap berada di Kuala Lumpur.

Sementara itu, di Turki, ibu kota negara terletak di Ankara. Sementara pusat ekonomi di Turki berada di Istanbul. (merdeka)

BACA JUGA :

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
S. Ipul
Sumber
Merdeka.com