Atasi Persoalan TKI, Nusron Gandeng NGO di Hong Kong
HONG KONG, FaktualNews.co – Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid bertemu dengan 20 non-governmental organizationn (NGO) yang concern dengan isu tenaga kerja, dalam kunjungan kerjanya ke Hong Kong.
Sejumlah isu strategis dibahas dalam pertemuan itu, di antaranya soal peningkatan kompetensiTKI, perlindungan, serta menyikapi biaya penempatan yang melebihi ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.
“Sebenarnya soal tenaga kerja di Hong Kong ini relatif lebih baik. Tetapi masih ada isu yang kurang nyaman yang perlu dicarik solusi,” kata Nusron, dalam audiensi dengan aktivis NGO buruh migran, di KJRI Hong Kong seperti dilansir jpnn.com, Sabtu (22/4/2017).
Dalam kunjungannya ke Hong Kong, Nusron didampingi Kepala Puslitfo BNP2TKI M Hidayat, Tenaga Profesional BNP2TKI Bidang Pembiayaan, Remitansi, dan Pemberdayaan Anjani Amitya Kirana. Hadir juga Konsul Konsuler KJRI Hong Kong, Rafael Walangitan.
Dari NGO buruh migran yang hadir di antaranya Eni Lestari dari IMA, TKI di Hong Kong yang pernah pidato di forum PBB, Farah dari perwakilan IOM, Sringatin dari IMWU, Muhaimin dari Islamic Union, Veby dari Koran Suara (koran di Hong Kong yang menggunakan bahasa Indonesia), dan Yani Pardede dari ICC. Kemudian Stefani dari FEA, Betty dari HELP, dan Tania dari Christian Action.
Menurut Nusron, isu strategis yang perlu direspon untuk perbaikan antara lain soal transparansi biaya. Di mana masih banyak PJTKI yang menentukan biaya jauh melebihi ketentuan batas maksimal yang ditentukan pemerintah. Kemudian juga soal sinkroninasi data para TKI agar pemerintah bisa meningkatkan proteksi atau perlindungan.
“Pemerintah butuh data WNI-nya, termasuk yang menjadi buruh migran. Ada tujuh hal dasar yang perlu diketahui, namanya, nomor paspornya, alamatnya di Indonesia, agensi yang memberangkatkan dari Indonesia, siapa majikannya atau dia kerja di mana, agensi di sini siapa, kemudian bagaimana kejelasan kontraknya,” ungkap Nusron.
Pemerintah, kata Nusron, membutuhkan itu karena kalau terjadi sesuatu untuk melakukan mitigasi. Sementara mengenai biaya penempatan, Nusron menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk transparasi. Maka dari itu, atas masih adanya biaya yang terlalu tinggi pemerintah berkomitmen untuk mereduksi.
Pemerintah, tambah Nusron, juga terus memperkuat proteksi, melakukan percepatan pelayanan, dan saat ini sedang mengusulkan agar pemerintah memberikan KIP bagi TKI yang ingin melanjutkan belajar di Universitas Terbuka.
Dalam hal upaya meningkatkan kompetensi TKI, Nusron mengajak NGO buruh migran di Hong Kong untuk berpartisipasi membuat silabus yang bisa diterapkan dalam training di Indonesia. Sebab, selama ini yang mengisi training tidak semua punya pengetahuan soal bagaimana kondisi di Hong Kong.
Kepada para NGO, Nusron juga mengajak mereka untuk melakukan rating terhadap agensi-agensi di Hong Kong agar bisa menjadi gambaran atau persepsi mana agensi yang bagus dan mana agensi yang tidak bagus. Menurut Nusron, semakin banyak yang melakukan rating, maka akan semakin memudahkan dalam keputusan memilih agensi tersebut sebagai sarana atau jasa penempatan.
Sementara itu, dalam audiensi tersebut, Eni Lestari menyampaikan ada beberapa poin yang perlu ditekankan dalam menyikapi persoalan TKI di Hong Kong seperti soal bahasa dan perbedaan budaya. “Karena faktor bahasa, sering majikan di sini itu geregetan,” katanya.
Karena itu, Eni menyarankan agar training yang dilakukan sebelum pemberangkatan fokus pada apa yang akan menjadi pekerjaannya. Kemudian Sringatin memberikan masukan juga menyampaikan agar dalam training yang disiapkan fokus pada apa yang akan dikerjaka di lapangan. Kemudian, perlu ditingkatkan juga mengenai pemahaman terkait hak serta hukum sehingga bisa meminimalisir permasalahan.
Adapun Betty dari HELP dalam kesempatan diskusi menyampaikan pihaknya selama ini melakukan edukasi kepada para TKI mengenai hak-hak yang perlu diketahui serta bagaimana bekerja yang aman dan menjaga keselamatan. (*/oza)