Proyek Normalisasi Ilegal, Pemkab Mojokerto Serobot Tanah Warga
MOJOKERTO, FaktualNews.co – Proyek normalisasi sungai yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto menuai fakta baru. Warga melaporkan adanya penyerobotan tanah atas pengerukan sungai yang tidak mengantongi izin dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) itu.
Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Kabupaten Mojokerto bersama puluhan korban normalisasi sungai, proyek yang sempat dihentikan paksa oleh warga itu memakan sedikitnya 21 lahan milik warga dan lima lahan berstatus tanah kas desa yang berada di sepanjang sungai. Mereka mendesak agar anggota Dewan turun tangan dalam persoalan ini. Terlebih belakangan, kasus ini telah dilaporkan warga ke sejumlah institusi penegak hukum, baik Polres Mojokerto, Polda Jatim, Mabes Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
(BACA : Batu Hasil Pengerukan Sungai Berkedok Normalisasi, Dijual Ke Perusahaan Keluarga Bupati Mojokerto)
Kasmari, salah satu pemilik lahan mengatakan, saat proyek normalisasi dimulai bulan Oktober tahun lalu, tiba-tiba tanah miliknya menjadi sasaran pengerukan dengan alat berat. Padahal sebelumnya, ia tak diberitahu mengenai proyek yang digawangi UPTD Dinas Pengairan Kecamatan Jatirejo tersebut. Lebih-lebih, meski ada pengambilan material, ia sama sekali tak mendapatkan ganti rugi.
“Tiba-tiba ada alat berat mengeruk tanah saya. Padahal tidak ada omongan sebelumnya. Saya minta ada ganti rugi atas tanah yang sudah dikeruk ini,” ujar Kasmari kepada perwakilan Komisi C DPRD Kabupaten Mojokerto.
Koordinator Aliansi Masyarakat Jatirejo Gondang Menggugat (AMJGM) Mohammad Sjamsul Bahri mengatakan, pihaknya tengah mengumpulkan data terkait lahan milik warga maupun berstatus TKD yang menjadi korban penyerobotan proyek normalisasi ini. Sementara, kata dia, ada 21 warga yang sudah menyerahkan sertifikat sebagai bukti kepemilikan. Ditambah lima lahan berstatus TKD milik Desa Karangkuten, Kecamatan Gondang dan Desa Baureno, Kecamatan Jatirejo. “Masih banyak lahan warga yang diserobot di sepanjang Sungai Landaian dan Jurang Sentot yang menjadi sasaran normalisasi,” ujar Sjamsul.
(BACA : Pengerukan Batu Berkedok Normalisasi Sungai, Ditutup Paksa Warga)
Kasus normalisasi ilegal ini, lanjut Samsul, telah ditangani Polda Jatim dengan dugaan illegal mining. Selain itu kata dia, proyek yang tanpa anggaran dari Pemkab Mojokerto itu juga bernuansa korupsi karena hasil penambangan dijual ke salah satu perusahaan milik kerabat Bupati Mojokerto. “Kita juga sudah laporkan ke KPK. Untuk kasus penyerobotan lahan ini juga kami laporkan ke Polda Jatim. Hanya tinggal melengkapi bukti sertifikat lahan milik warga dan surat kuasa dari pemilik lahan lainnya,” tukasnya.
Pihaknya juga mendesak kepada DPRD Kabupaten Mojokerto untuk segera melangkah membentuk panitia khusus (pansus). Karena menurutnya, proyek normalisasi jelas-jelas telah melanggar aturan lantaran tak dibiayai oleh pemerintah daerah. Sebaliknya, pemkab menggandeng pihak ketiga (pengusaha) untuk mengeksplorasi hasil pengerukan batu dan dijual ke pihak swasta juga. “Proyek ini jelas tidak ada payung hukumnya. Karenanya, sudah jelas jika proyek normalisasi adalah proyek ilegal yang mengorbankan lahan warga,” tandasnya.
Warga juga meminta agar Pemkab Mojokerto melakukan rehabilitasi lahan milik warga yang dikeruk. Proyek normalisasi yang kini sudah dihentikan paksa oleh warga beberapa waktu lalu itu, lanjut Sjamsul lagi, juga melibatkan sejumlah aparatur pemerintahan, anggota TNI dan Polri. “Kita juga akan melaporkan Camat Jatirejo dan Kepala UPTD Dinas Pengairan Jatirejo karena telah melakukan pembohongan kepada masyarakat terkait proyek ini. Untuk oknum TNI dan Polri, kita serahkan kepada institusi masing-masing,” tukasnya.
(BACA : Jalan Rusak, Warga Blokade Jalan Masuk Proyek Normalisasi Waduk Dengan Kayu Jati Glondongan)
Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Mojokerto Aang Rusli Ubaidillah mengatakan, pihaknya masih belum bisa memastikan apakah pihaknya bakal membentuk pansus untuk memnyelesaikan persoalan yang dihadapi warga ini. Karena menurutnya, langkah itu akan diambil jika telah ada petunjuk dari pimpinan Dewan. “Kita akan bahas dulu dengan anggota Komisi C yang lain. Hasilnya kita sampaikan ke Ketua DPRD untuk meminta petunjuk. Setelah mendapat petunjuk, baru kita akan melangkah ke tahapan berikutnya,” kata Aang Rusli.
Soal adanya penyerobotan lahan itu, Aang menyebut jika pihaknya tak berwenang untuk melakukan penilaian. Meski sejumlah warga telah menunjukkan bukti kepemilikan lahan. Dalam kasus ini, ujar politisi Partai Demokrat ini, polisi bisa melakukan penyelidikan. “Yang jelas kami berada di tengah-tengah masyarakat. Soal rehabilitasi tanah warga, nanti akan kita sampaikan ke SKPD yang memiliki tugas dan fungsi. Kita tunggu petunjuk dari pimpinan seperti apa,” tegasnya. (Ivi/REP)