TRENGGALEK, FaktualNews.co – Pada bagian I diceritakan ketika malam tiba sang Demang mencari kayu ke Hutan untuk membangun Masjid. Terkejutlah Ki Demang ketika mendengar alunan tembang lembut dari seorang perempuan. Dinikmatinya keindahan tersebut sampai tiba-tiba ada suara gaduh dari beberapa orang yang bermain lesung yang kacau balau, sangat tidak menentu dan tidak berirama.
Demang Tangar marah sekali, maksud hati ingin sekali mendengarkan suara tembang yang sangat mersu tersebut, namun apalah daya suara gaduh yang sangat memekakkan telinga justru terdengar lebih keras. KI Demang geram sekali, dia menghentikan langkahnya sambil menunggu suara yang gaduh tersebut. Sesaat menunggu, Ki Demang masih sabar, setelah beberapa waktu yang ditunggu tidak berhenti juga Ki Demang sudah tidak dapat menahannya.
Pada saat amarahnya sedang memuncak secara tidak sengaja Demang Tanggar mengucapkan kata kutukan. “Hai orang yang tak tahu diri, sekarang ini bukan waktunya untuk bermain musik dengan lesung. Sungguh kamu itu tidak tahu adat dan sopan santun, kelak jadilah kalian perawan-perawan tua yang tidak akan pernah menemukan jodoh”.
Atas kutukan Demang Tanggir akhirnya desa itu dikenal dengan nama Mbawuk. Mbawuk berasal dari bahasa jawa “Bawuken” yang memiliki arti kadaluwarsa. Konon kutukan itu terjadi, banyak sekali perawan di desa ini yang melajang hingga akhir hayatnya. Para perawan tua itu diketahui bahwa sangat sulit untuk menikah dengan alasan yang bermacam-macam.
Terkadang ada yang memang merasa belum cocok, ada yang sudah dijodohkan namun bubar sebelum menikah dan adapula yang memang sudah tidak ingin menikah. Sehingga di daerah ini ditemukan perawan-perawan tua yang terlantar karena tidak memiliki anak. (Bersambung)