Peristiwa

Cium Kebobrokan Sistem di RSUD Jombang, Aktivis Desak DPRD Lakukan Investigasi

JOMBANG, FaktualNews.co – Banyaknya keluhan terkait dengan buruknya pelayanan medis maupun administrasi di RSUD Jombang terus mendapat sorotan dari kalangan masyarakat. Terbaru, lantaran pelayanan administrasi yang lambat, seorang pasien miskin harus membayar mahal biaya perawatan. Bahkan jenazah pasien tersebut sempat tertahan di RSUD Jombang.

Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) Aan Anshori mengatakan, jajaran direksi RSUD Jombang harus bertanggungjawab atas buruknya pelayanan yang diberikan kepada pasien. Baik pelayanan medis maupun administrasi.

“Setelah kami amati, kasus yang menimpa pasien atas nama Soni Andrianto itu murni kelalaian dari pihak RSUD Jombang. Kenapa, jika diruntut sejak awal dan pelayanan administrasi yang diberikan baik, maka pasien tidak perlu mengeluarkan uang begitu banyak untuk membayar biaya perawatan,” kata Aan kepada FaktualNews.co, Sabtu (21/10/2017).

Menurut Aan, sejak Kamis 12 Oktober 2017, keluarga pasien sudah menyodorkan berbagai syarat kelengkapan untuk pengurusan Kartu Jombang Sehat (KJS). Namun karena buruknya pelayanan di RSUD Jombang, ‘Kartu Sakti’ itu baru selesai sehari setelahnya.

“Pihak RSUD Jombang beralasan syaratnya kurang surat keterangan kecelakaan dari pihak kepolisian. Tapi itu disampaikan hari Jumat. Mestinya kalau pada saat diajukan langsung dilakukan pengecekan, maka hari itu juga syarat bisa dilengkapi, dan KJS bisa keluar. Dengan begitu pasien tidak perlu bayar,” imbuhnya.

Aktivi PMII angkatan tahun 2000 ini menilai, ada kebobrokan dalam sistem yang ada di rumahsakit pelat merah itu. Pihaknya menduga, lambatnya pelayanan di RSUD Jombang ini memang disengaja oleh pihak rumahsakit. Sehingga, kendati menggunakan KJS, pasien masih harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk kebutuhan berobat.

“Mestinya pengurusan KJS yang dilakukan keluarga Soni itu selesai dalam kurun waktu tidak sampai 2X24. Namun karena keterlambatan pelayanan itu, akhirnya molor. Mengaca dari kasus ini, kami menduga, ada permainan kotor disini. Dugaan kami, bagaimana pasien tetap mengeluarkan biaya saat berobat ke RSUD Jombang meskipun menggunakan fasilitas KJS,” terang Aan.

Mestinya, lanjut Aan, dalam kasus pasien Soni, pihak RSUD Jombang tidak hanya membebaskan kekurangan biaya perawatan Soni, yang hampir mencapai Rp 6 juta, atau tepatnya Rp 5.850.000 ribu itu. Namun juga mengembalikan uang yang sudah disetorkan dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai jaminan saat pihak keluarga mengambil jenazah Soni.

“Harusnya pihak RSUD Jombang mengembalikan uang yang sudah disertorkan keluarga pasien sebesar RP4,5 juta itu, tidak hanya membebaskan kekurangan biayanya saja. Karena kesalahan ini bukan dari Si pasien, namun dari pihak RSUD Jombang sendiri,” paparnya.

Aan mendesak agar DPRD Jombang tak melempem dan mengambil langkah tegas terkait dengan kasus ini. Sebab, dalam hal ini masyarakat Kota Santri yang dirugikan secara langsung, dan sudah menjadi kewajiban para wakil rakyat untuk menindaklanjuti kasus ini.

“Dalam kasus ini, DPRD harus melakukan investigasi untuk mencari kejelasan kasusnya. Dari sini, yang salah harus disanksi. Dan DPRD harus berani mendesak Bupati Jombang agar merevisi aturan yang merugikan masyarakat. Serta mengganti direksi di RSUD Jombang. Menurut saya masih banyak pegawai di Pemkab Jombang yang mampu untuk membuat pelayanan di RSUD Jombang menjadi lebih baik,” tandasnya.

Sementara itu, sorotan senada juga disampaikan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jombang. Ketua HMI Cabang Jombang, Mundzir mengatakan jika keluhan buruknya pelayanan di RSUD Jombang sudah berkali-kali terjadi.

Ia pu menduga ada yang salah dengan tata kelola manegement di RSUD Jombang. Sayangnya, walaupun sudah banyak menuai protes dari pasien, tidak ada perubahan yang signifikan dari RSUD Jombang.

“Logikanya begini, kalau yang mengeluhkan pelayanan itu hanya satu atau dua orang maka mungkin itu bisa dimaafkan. Tetapi kalau sudah terjadi berkali-kali, saya menduga ada sistem yang salah di rumahsakit ini,” papar Mundzir.

Maka itu, pihaknya juga berencana melakukan audiensi kepada Komisi D DPRD Jombang dan menejemen RSUD Jombang terkait masalah pelayanan yang kurang maksimal yang terus diekluhakn masyarakat.

“Kemarin ada teman-teman yang mau ngajak demo ke RSUD tetapi saya tahan karena menurut tradisi di HMI harus lewat surat klarifikasi, audiensi baru demo,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, jenazah Soni Andrianto (36), pasien asal Desa Pulogedang, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, sempat ditahan RSUD Jombang. Lantaran pihak keluarga tak mampu membayar biaya perawatan selama tiga hari yang mencapai Rp 10.350.000 ribu.

Tingginya biaya yang harus dibayar pihak keluarga itu lantaran Soni terlambat mendapatkan KJS. Pihak keluarga baru mendapatkan KJS setelah almarhum Soni menjalani perawatan selama tiga hari di rumahsakit pelat merah itu.

Dengan demikian, itu melebihi tenggat waktu yang diberikan pihak RSUD Jombang selama 2X24 jam sesuai dengan Perbup tentang KJS. Padahal, berkas pengajuan persyaratan KJS itu sudah diajukan sehari pasca Soni masuk ke RSUD Jombang. Namun karena pelayanan administrasi yang begitu buruk, KJS baru dikeluarkan hari Jumat 13 Oktober 2017.

Pihak RSUD Jombang berasalan, bahwa ada syarat yang disodorkan peihak keluarga kurang. Yakni surat keterangan kecelakaan dari pihak kepolisian. Namun demikian, pihak keluarga baru mendapatkan informasi itu pada hari Jumat, setelah sehari berkas diajukan.