SURABAYA, FaktualNews.co – Diusirnya sejumlah awak media dalam rapat dengar pendapat antara Bagian Bina Program Pemkot Surabaya dengan Komisi D DPRD Surabaya dan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, menemui titik terang.
Diduga hal itu lantaran Bagian Bina Program Pemkot Surabaya tidak ingin, adanya ketidaksesuaian data kepesertaan BPJS ketenagakerjaan, tenaga outsourching Pemkot Surabaya mencuat ke publik.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Agustin Poliana mengatakan dalam hearing tersebut diketahui bahwa ada ketidaksesuaian data peserta BPJS tenaga outsourching yang direkrut lewat proses pengadaan barang dan jasa.
“Dari sekitar 18 ribu orang, sebagian belum menerima kartu BPJS,” ujarnya, usai melakukan rapat tertutup di gedung DPRD Surabaya.
Ketidaksesuaian ini tentu menjadi tanda tanya besar. Sebab, seluruh biaya BPJS sudah ditanggung pemerintah kota. Berdasar data yang ada, Pemkot Surabaya membayarkan BPJS Ketenagakerjaan untuk 18 ribu tenaga kerja outsourching.
Masing-masing sebesar Rp 17 ribu rupiah per orang. Jika di kalkulasikan, Pemkot harus mengeluarkan sekitar Rp 3,6 miliar yang diambilkan dari dana APBD.
Agustin mengatakan, untuk menyelesaikan persoalan perbedaan data, pihaknya meminta BPJS melakukan sinkronisasi dengan Bagian Bina Program, karena tenaga kontrak ada yang berlangsung selama 3 – 6 bulan.
Dari 17.800 peserta BPJS tersebut, sebanyak 14.000 berada di organisasi pemerintah daerah dan sisanya adalah tenaga pengajar di tingkat SD dan SMP. Agustin berharap, semua tenaga kerja baik formal maupun non formal tercover seluruhnya, karena menyangkut keselamatan.
“Mereka rata-rata kan bekerja naik motor, jadi rentan bahaya, Jika sampai sekarang belum terima kartunya kan disayangkan,” tandasnya.