Hari Sumpah Pemuda
Ini Makna Sumpah Pemuda Bagi Petani Muda Jombang
JOMBANG, FaktualNews.co – Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober merupakan satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Ikrar ini memiliki makna tersendiri bagi petani muda asal Desa Tambakrejo, Jombang, Muhammad Sabilil Faroshi, Sumpah Pemuda dengan semangat membangun negara dari desa dan pertanian untuk mewujudkan Indonesia maju.
Pemuda 22 ini menuturkan jika pemuda-pemuda zaman dahulu memperjuangkan bangsa dengan berperang membela tanah air, tugas pemuda zaman sekarang bagaimana nasionalisme itu terbayar dengan gerakan nyata untuk kemajuan bangsa.
“Saya memaknai sumpah pemuda sebagai usaha nyata generasi muda untuk bangsa. Ini diwujudkan sesuai dengan keahliannya masing-masing. Tapi saya tegaskan, Jombang ini daerah agraris dan cocoknya bertani. Tapi banyak yang silau dengan gemerlap kota besar,” kata pria yang kerap disapa Roshi ini, Jumat (27/10/2017).
Roshi menjelaskan, saat ini ia sedang menggalakkan generasi muda di daerahnya untuk mau bertani. Dalam hal bertani, ia memilih fokus pada tanaman buah naga. Karena sesuatu yang dimulai sejak muda akan menghasilkan sesuatu yang lebih besar dihari tua
Tidak hanya fokus budi daya buah naga, ia juga memikirkan usaha berkelanjutan yaitu agribisnis/pemasaran dan agroindustri/pengolahan hasil. Beberapa hasil olahan buah naga seperti salad, teh, roti, es krim sudah mulai dipasarkan ke masyarakat luas.
“Dalam Teks Sumpah Pemuda, kita banyak mendapatkan kobaran semangat pemuda untuk meraih kemerdekaan RI. Dalam konteks kekinian, makna sumpah pemuda ditampakkan dengan kemandirian ekonomi dan mengelola masyarakat sekitar,” ujarnya.
Saat ini aku Roshi, ia sudah memiliki kemitraan kerja dalam wujud Komunitas tani buah naga (Kota Naga) dibeberapa Kabupaten seperti Jombang, Nganjuk, Madiun dan Ponorogo. Bahkan sejak didirikan pada 1 Juni 2015 lalu, kini anggotanya sudah hampir mencapai angka 100 orang.
Selain mengurusi kelompok tani di berbagai kota, ia juga membentuk kelompok tani santri di Pondok Pesantren Kiyai Mojo Tambakrejo. Saat ini ia memimpin 19 anggota dari santri yang hampir setiap hari diajarkan cara menanam, merawat dan menjual buah naga. Mereka diberikan tiga lahan gratis oleh pengasuh pesantren untuk ditanami dan hasilnya diolah sendiri.
“Saya baru punya lahan buah naga sekitar satu hektar lebih dikit, hasilnya cukup lumayan. Saat ini hasilnya masih ratusan kwintal setiap panen. Kalau dihitung setahun laba bersihnya berkisar pada angka Rp. 500-1 milyar. Tetapi ini tanamannya baru berumur 2 tahun,” paparnya.
Roshi menegaskan, generasi muda jangan takut bangkrut jika bertani. Sudah selayaknya generasi muda zaman now menjadi lokomotif pembangunan daerahnya masing-masing. Karena dalam pengamatannya, generasi muda sekarang lebih suka kerja di kantor, PNS, kerja pabrik dan partai politik. Walaupun gaji dan masa depannya suram.
“Saya sangat menyayangkan teman-teman yang masih muda tetapi malah milih kerja di pabrik, kantor, PNS. Padahal gajinya juga tidak besar, hanya menang seragaman saja,” tegasnya.
Sikap optimis ini lanjut Roshi, berdasarkan permintaan pasar terhadap buah naga yang terus melambung. Ia menyebutkan, pelanggannya dari Surabaya meminta dipasok 3 ton buah naga setiap bulan. Belum lagi pelanggan yang dari Sulawesi, Sidoarjo dan Depok yang hampir tiap bulan menelfon kekurangan stok.
Pada umumnya, buah naga panen tiap bulan ketika sudah berumur 3 tahun ke atas kecuali bulan, Mei, Juni, Juli. Pada 3 bulan ini, harga buah naga bisa melambung sampai 35-40 ribu per kilo. Tetapi di Nganjuk sudah menemukan ramuan yang bisa membuat buah naga berbuah tiap bulan tanpa istirahat.
“Buah naga dari berbunga sampai panen sekitar 2-3 Minggu. Jenis buah naga yang kita tanam yang berwarna kuning, merah, putih dan orange,” beber Roshi.
Terahir, pemuda yang mengambil jurusan pertanian disalah satu perguruan tinggi di Jombang ini membuka tangan selebar-lebarnya kepada generasi muda untuk belajar bisnis buah naga. Bahkan ia menggaransi akan mengajarkan bercocok tanam buah naga secara cuma-cuma.
Hal ini mengingat jumlah petani muda di Jombang yang minim. Padahal menanam buah naga bisa bertahan sampai 20 tahun kedepan. Selama itu pula, petani hanya perlu merawat dan bisa bercocok tanam yang lain.
“Jombang ini tanahnya subur, hampir ditanam apa saja tumbuh disini. Tetapi rata-rata yang jadi tani itu karena terpaksa dan sudah tua-tua. Jadi tidak ada inovasi baru,” pungkasnya.