Gaya Hidup

Tak Dilirik di Sumenep, Lukisan Ini Ternyata Go Internasional

SUMENEP, FaktualNews.co – Seorang seniman asal pulau garam Madura, Taufik Rahman memiliki mahakarya lukisan yang mampu membuat mata dunia internasional terpukau.

Melalui lukisan sabung ayam, pria 42 tahun yang tinggal di rumah berukuran minimalis di Jalan Seludang, Kelurahan Pajagalan, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, ini berhasil mengharumkan nama Indonesia, khususnya Sumenep.

Namun, dibalik prestasi gemilang yang ia torehkan, ternyata karirnya di dunia seni lukis tidaklah mulus, Taufik sempat vakum dari dunia lukis selama enam tahun setelah menikah pada 2003.

Bahkan, kecintaannya dalam menyulap perpaduan kuas dengan kanvas menjadi lukisan indah sempat dipandang sebelah mata. Pria kelahiran 1975 ini pun sempat hijrah ke luar daerah untuk mengadu nasib dengan profesi lain.

Namun sayang, usaha di perantauan tidak mampu memperbaiki perekomoniannya. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke tanah kelahiran. ”Dulu saya sempat merantau, bahkan membuka usaha, karena orang tua dan keluarga saya menganggap bahwa profesi sebagai pelukis tidak akan bisa menghidupi istri saya,” ujar Taufik mengenang masa-masa itu, Kamis (23/11/2017) ditemui di rumahnya.

Usaha Taufik mengalami kebangkrutan, hingga akhirnya memutuskan pulang ke kampung halaman mendalami hobi melukis kembali.

Selama menggeluti dunia seni lukis, ratusan karya terlahir dari tangan dinginnya, bahkan tak sedikit yang diikutkan dalam festival tingkat regional dan nasional. Namun nasib baik belum berpihak pada dirinya.

Nah, tahun 2017 ini nampaknya dewi fortuna sedang berpihak pada pria empat anak ini, karena lukisan bertema Sabung Ayam miliknya berhasil menjadi The Best Art of The Year lewat Event yang digelar World Contemporary Artist (WCA).

Karya Taufik menyisihkan ribuan karya seniman lain dari berbagai negara, walau baru mengikuti festival seni lukis tingkat internasional petama kali.

“Saya juga tidak menyangka bisa juara, karena kompetitornya dari berbagai negara di dunia, Alhamdulillah mungkin sudah rejeki saya mas, Jumat (24/11/2014) besok saya ke Hongkong untuk menerima penghargaan, hari ini kita berangkat,” tuturnya dengan wajah penuh bangga.

Diceritakan Taufik, dia sudah satu tahun bergabung dengan WCA Sebuah event organizer yang rutin mengadakan festival seni lukis itu. Anggota WCA adalah seniman dari berbagai negara di dunia. “Saya tidak tahu pasti berapa jumlah anggota WCA saat ini, karena cukup banyak, anggotanya dari berbagai penjuru dunia,” paparnya.

Ditanya, apa arti yang tersirat dari lukisan indah yang berhasil membuat dunia terpukau itu, dengan santai Taufik menceritakan, hasil karyanya tersebut menggambarkan keberagaman suku di Indonesia. Sayang keberagaman tersebut justru melahirkan perpecahan.

“Makna sederhananya, Keberagaman itu indah, hal tersebut digambarkan dengan bulu ayam sebagai filosofi keberagaman, namun adu domba dan perpecahan terjadi dimana-mana, begitu. Tapi saya membebaskan semua orang untuk memaknai karya saya. Mereka tidak harus mengikuti apa yang saya ungkapkan untuk menjelaskan lukisan saya,” tegas suami Saktiantini ini.

Di Sumenep, dia tergabung di komunitas seni KLOPS (Kelompok Perupa Sumenep),
menurutnya, banyak seniman Sumenep yang karyanya lebih baik dari dirinya.Hanya saja mereka kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat.

“Saya bisa lukis bukan dari bangku sekolah, saya otodidak mas, kalau pemerintah mau melakukan pembinaan, saya yakin akan banyak seniman di bumi Sumekar berbakat yang bermuncul,” tuturnya.

Keberhasilan Taufik menyandang winner WCA di dunia Internasional dinilai sebagai aset Sumenep yang perlu diberdayakan, dalam hal ini peran Pemerintah Daerah diperlukan hadir.

“Prestasi Taufik di kanca Internasional ini perlu diperhatikan oleh Pemerintah, perlu diapresiasi, jika ada warganya yang memiliki kreativitas, agar potensi seperti ini tidak terabaikan,” kata rekan alumni Taufik saat dibangku SMA, Zamrud Khan.

Bayangkan, lanjut Zamrud, untuk meraih prestasi tingkat regional dan nasional saja tidaklah mudah, apalagi sampai menorehkan prestasi dilevel Internasional.

“Untuk meraih prestasi regional saja susahnya setengah mati, harusnya Pemerintah hadir memfasilitasi, tanpa harus saya rinci akomodasi dan lain semacamnya,” imbuhnya.

Pihaknya selaku ketua IKA SMA 2 yang satu almamater dengan Taufik, mengaku memiliki tanggungjawab untuk mendorong potensi luar biasa agar terus diasah dan dikembangkan.

“Jika Pemerintah belum bisa hadir, kami rekan-rekan alumni memberi support penuh,” tukasnya mengahiri pembicaraan.