INFID: Penghasilan Picu Munculnya Ketimpangan Sosial di Indonesia
JAKARTA, FaktualNews.co – Sumber ketimpangan sosial di Indonesia, salah satunya dipicu oleh masalah besarnya penghasilan.
Itu merupakan hasil temuan International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) dari hasil riset tentang ketimpangan Indonesia pada 2017.
Peneliti INFID, Bagus Takwin mengatakan, sumber ketimpangan terbesar sosial di Indonesia adalah penghasilan (71,1 persen), pekerjaan (62,6 persen), rumah/tempat tinggal (61,2 persen) dan kepemilikan harta benda (59,4 persen).
Penghasilan dirasakan oleh warga sebagai ranah yang paling timpang dan paling besar peranannya dalam menghasilkan ketimpangan sosial lain, misalnya ketimpangan pada kepemilikan rumah dan harta benda, pendidikan dan kesehatan.
Ketimpangan dalam kesempatan mendapatkan pekerjaan merupakan ranah kedua yang dianggap paling timpang dan menjadi faktor terbesar dalam menghasilkan ketimpangan sosial.
INFID merekomendasikan peningkatakan kesempatan kerja dan penyetaraan penghasilan. Selain itu diperlukan program sosial dalam bentuk pemberian tunjangan bagi pencari kerja.
“Untuk mengurangi ketimpangan penghasilan. Pemberian tunjangan ini dapat berperan untuk meningkatkan distribusi pendapatan,” ujar dia.
Bentuknya, menurut Bagus adalah tunjangan dalam uang yang diberikan kepada warga yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui program asuransi dan konsultasi pencarian kerja.
Indeks Ketimpangan Sosial Meningkat
Menurut INFID, indeks ketimpangan sosial 2017 mencapai indeks 5,6 ; artinya masyarakat merasakan ada lima hingga enam ranah yang timpang dalam kehidupan sosial.
Indeks ini naik dari tahun lalu yang hanya 4,4. “Bisa dikatakan 8 dari 10 warga Indonesia mempersepsi adanya ketimpangan. Ini menunjukan belum ada usaha yang signifikan dalam mengatasi ketimpangan di berbagai ranah,” ujar dia di Jakarta, Kamis.
Survey ini dilakukan di 34 provinsi selama September-November 2017 dengan 2.250 orang responden.
Dirasakan Merata
Ketimpangan sosial ternyata dirasakan merata di wilayah Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi.
Namun, di Indonesia bagian timur, lebih tinggi dari wilayah lainnya.
Selain itu, diskrimisnasi dipersepsi oleh warga terjadi baik di Indonesia Bagian Barat, Tengah dan Timur. Persepsi pengalaman diskriminasi lebih tinggi di Indonesia bagian Timur dan Sumatra, bila dibandingkan dengan rata-rata seluruh Indonesia.
Demikian dilansir Anadolu Agency.