JOMBANG, FaktualNews.co – Kabar tentang adanya pengembangan perkara oleh KPK, pasca penetapan Bupati Jombang Non-aktif Nyono Suharli Wihandoko sebagai tersangka penerima suap dana kapitasi kesehatan kian santer. Salah satunya tentang dugaan bagi-bagi ratusan paket proyek penunjukan langsung tahun 2017 dengan bungkus Jasmas yang langsung disikapi Ketua DPRD Jombang Joko Triono.
Menurutnya hingga kini, baik dirinya maupun anggota dewan yang lain belum dipanggil KPK untuk dimintai keterangan. “Tidak ada hubungannya, hubungan saya tentang anggaran kalau perkara Bupati itu masalah seputar eksekutif,” tegas Joko, Jumat (9/2/2017). Ia juga menegaskan bahwa tudingan adanya bancakan ratusan paket PL tahun 2017 dengan dalih Jasmas atau dana integrasi itu tidak ada.
Semenjak ia menjabat menjadi Ketua DPRD Jombang periode 2014 – 2019 pengajuan akan jasmas tersebut sudah dia tolak. “Bahkan saya pernah hendak di lengserkan dari posisi ketua karena menolak usulan anggota dewan lainnya untuk pos dana integrasi dewan atau Jasmas. Saya khawatir tidak bisa mengecek satu persatu anggota dewan, saya tahu lah karakternya teman-teman,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Politisi PDIP Jombang ini mengaku banyak anggota dewan yang marah terhadap sikapnya yang menolak usulan Jasmas. Bahkan ada anggota dewan yang mengusulkan nama yang berbeda dari Jasmas namun intinya tetap sama. Tetapi ia tetap bersikukuh mempertahankan argumennya.
Joko juga sempat diajak oleh anggota dewan lainnya untuk kunjungan kerja ke Rembang, Jawa Tengah. Sebab, di Rembang satu anggota dewan dapat Jasmas Rp 2 Milyar, Ketua Komisi Rp 2,5 Milyar dan untuk ketua Rp 6 Milyar. Maksud dari kunjungan tersebut agar di Jombang juga diberikan dana Jasmas. Namun karena takut disalah gunakan Joko tetap menolak.
“Mintanya teman-teman dewan namanya jasmas diganti dana integrasi dan pokok pikiran tapi tetap saya tolak. Akibatnya yang suka sama saya hanya Fraksi PKB dan PDIP saja yang lain musuhin saya,” tambahnya.
Penolakan dana Jasmas tersebut karena rentan diselewengkan oleh anggota dewan. Penyelewengan itu bisa dilakukan dengan penunjukan langsung rekanan yang akan mengerjakan proyek tersebut. Setelah itu, anggota dewan menerima bayaran dari rekanan yang ia tunjuk.
Selain itu, Joko juga mengetahui banyak anggota dewan yang punya perusahaan jasa kontruksi atau dekat dengan pengusaha kontraktor sendiri. Padahal, alur pengajuan dana Jasmas berawal dari anggota dewan yang mengusulkan pembangunan didapilnya masing-masing dengan batas anggaran tertentu. Setelah itu, pengajuan tersebut ditanda tangani oleh ketua DPRD dan diserahkan ke bagian sekretaris. Barulah setelah itu dinaikan ke Pemerintah Kabupaten Jombang bagian pembangun untuk diteruskan ke dinas-dinas terkait.
“Di dalam pengajuan Jasmas atau dana integrasi itu kan ada tanda tangan saya, lah kalau kita tidak tahu apa-apa terus terlibat karena anggota yang bermasalah, ya saya tidak mau. Kalau teman-teman mau mengajukan pembangunan silakan langsung ke bupati dan lewat musrenbang,” paparnya.
Namun dengan adanya informasi anggota DPRD Jombang yang meminta proyek atas nama Jasmas atau dana integrasi maka hal tersebut diluar kewenangan dirinya. Ia menduga mungkin saja mereka punya hubungan khusus dengan Pemkab Jombang sehingga dapat proyek.
“Saya tidak bisa mengawasi satu persatu-satu anggota dewan, kalau ada laporan atau temuan dilapangan maka silakan cek dan laporkan. Pastinya bukan lewat jalur Jasmas,” pungkasnya.