SURABAYA, FaktualNews.co – Kantor kepresidenan Filipina menyatakan keprihatinannya atas laporan penilaian komunitas intelijen Amerika Serikat (AS) yang menandai Presiden Rodrigo Duterte sebagai “ancaman bagi demokrasi”. Mantan Wali Kota Davao itu dianggap terus menerus menghadirkan ancaman bagi demokrasi dan hak asasi manusia.
Dalam laporan yang dibuat Komunitas Intelijen AS, sebuah lembaga yang terdiri dari 16 badan federal di AS itu, Duterte masuk ke dalam daftar pemimpin yang terus menerus memberikan “ancaman” terhadap demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
“Di Filipina, Presiden Duterte akan terus melakukan kampanyenya melawan narkoba, korupsi, dan kejahatan. Duterte telah mengisyaratkan bahwa dia dapat mengabaikan Konstitusi, mendeklarasikan sebuah ‘pemerintahan revolusioner’, dan memberlakukan undang-undang darurat militer nasional,” demikian tertulis dalam halaman 19 laporan Worldwide Threat Assessment (Penilaian Ancaman Dunia) AS.
Duterte telah lama mendapat kritik terkait dugaan pembunuhan di luar proses hukum dan pelanggaran hak asasi manusia dalam perang melawan narkoba yang dilancarkannya. Lebih dari 4.000 orang yang dicurigai sebagai pengedar dan pengguna narkoba telah dibunuh oleh penegak hukum dan “orang-orang bersenjata tak dikenal” dalam operasi pemberantasan narkoba yang dilakukan di seluruh negeri sejak Juli 2016.
Laporan itu juga menyoroti keputusan Duterte untuk memperpanjang status darurat militer di Mindanao menyusul pertempuran melawan militan ISIS di Marawi tahun lalu.
Pemerintah Filipina segera bereaksi atas laporan Komunitas Intelijen AS yang dianggap mencemari reputasi Duterte tersebut. Manila menyampaikan keprihatinannya dan membantah tuduhan yang disematkan kepada Duterte.
“Kami melihat pernyataan dari departemen intelijen Amerika Serikat dengan kekhawatiran,” kata Juru Bicara Kepresidenan Harry Roque kepada radio DZMM sebagaimana dilansir RT, Rabu (21/2/201).
“Saya tidak berpikir itu benar. Duterte adalah seorang pengacara, dia tahu hukum, dia ingin menegakkan supremasi hukum, dia tahu tentang undang-undang hak.”
Meski menunjukkan sikap anti-Amerika selama pemerintahan Presiden Barack Obama, Duterte mulai menunjukkan perubahan sikap beberapa waktu terakhir. Hal itu diduga dikarenakan karena sikap Presiden Donald Trump yang tidak banyak mengkritik kebijakan dalam negeri Duterte , terutama dalam perang melawan narkoba.
Roque mengatakan Manila akan menyikapi laporan itu dengan serius dan memperingatkan dampaknya terhadap hubungan antara Filipina dengan AS.
“Dengan deklarasi seperti ini, sangat sulit untuk bersahabat dengan Amerika Serikat. Pernyataan itu sepertinya tidak terlalu ramah,” kata Roque.
“Ini adalah sesuatu yang kita anggap sangat serius. Ini berasal dari komunitas intelijen. Itu bahkan tidak berasal dari Departemen Luar Negeri. Ini adalah sesuatu yang juga akan dianggap serius oleh presiden.”