JOMBANG, FaktualNews.co – Persoalan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, seakan tak pernah usai. Setiap tahun, polemik terkait keberadaan ‘pejuang’ ekonomi kelas bawah ini selalu saja terjadi.
Buruknya upaya penataan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang, menjadi penyebabnya. Sepertinya, pemerintah daerah Kota Santri enggan mengakui keberadaan para PKL ini. Sebab, sedari dulu, tidak ada upaya penataan yang jelas.
Pemkab Jombang menggunakan ‘tangan’ Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) hanya bisa ‘mengusir’ keberadaan PKL di sepanjang jalanan Kabupaten Jombang. Upaya penataan yang baik agar tata kota lebih baik tanpa merugikan warga kecil sepertinya masih sebatas wacana, tanpa ada proses nyata.
Salah satunya penataan PKL yang biasa berjualan di sepanjang Jalan Gus Dur, tepatnya di depan kampus tertua di Jombang, Undar. Akhir-akhir ini, gejolak kembali terjadi. Lagi-lagi, Pemkab menggunakan tangan para penegak perda untuk membubarkan para pedagang yang berjualan di sepanjang jalan itu.
Alasannya pun sederhana, yakni mengganggu ketertiban umum. Lantaran para pedagang yang berjualan es ini dianggap memperburuk wajah Kota Santri. Tanpa berfikir perut anak, istri dan keluarga para PKL yang membutuhkan makan setiap hari.
Alih-alih menjalankan titah sang pemangku kebijakan, Satpol PP justru membuat ide ‘gila’ untuk merelokasi sebanyak 34 PKL itu ke atas saluran air yang ada di sepanjang jalan tersebut. Agar para PKL ini tak lagi berjualan di bahu jalan dan mengganggu arus lalulintas.
“Memang Tim OPSI P2PK5 (Tim Operasi Solusi Penataan dan Penetertiban PK5) Satpol PP Kabupaten Jombang, mengeluarkan opsi untuk memindah PKL ke atas saluran air. Agar mereka tak jualan di bahu jalan,” kata Kabid Trantib Satpol PP Ali Arifin.
Ali menuturkan, berjualan di bahu jalan dan trotoar, memang melanggar Perda Nomor 9 tahun 2010 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Itulah alasannya, para PKL ini ‘diusir’ agar tidak lagi berjualan di sepanjang Jalan Gus Dur.
“Akan tetapi kita harus memikirkan bagaimana nasib keluarga para PKL. Jika mereka kita larang berjualan secara langsung tanpa ada penataan, itu model pemerintahan zaman old. Sekarang ini sudah zaman now, pemerintahnya harus memberikan solusi bagi masyarakatnya,” tuturnya.
Menurutnya, opsi pentaan PKL di atas saluran air yang ditawarkan Tim OPSI P2PK5 itu sangat rasional. Ali mengatakan, para pedagang akan berjualan di atas saluran air, tanpa mengurangi fungsi saluran itu sendiri.
“Jadi konsepnya nanti, di atas saluran air itu kita tutup menggunakan papan non permanen. Para PKL akan kita tata sedemikian rupa, agar terlihat rapi dan tertib tidak acak-acakan seperti saat ini,” paparnya.
Terlebih lagi, para PKL ini juga sudah mendapatkan bantuan tenda-tenda dari pemerintah setempat. Sehingga penataan itu akan lebih maksimal dan diprediksi akan mempercantik tata kelola di Jalan Gus Dur yang saat ini semrawut.
Selain itu, upaya duduk bersama menyamakan persepsi dengan para PKL juga sudah dilakukan Tim OPSI P2PK5 dengan puluhan pedagang. Menurut Ali, para PKL ini telah bersedia dan setuju dengan gagasan tersebut.
“Yang terpenting mereka tetap bisa berjualan. Bahkan para PKL ini bersedia iuran untuk membeli papan dan besi sebagai penutup saluran air itu. Sehingga tidak membebani keuangan daerah,” terangnya.
Diakui, ‘ide gila’ dengan menempatkan PKL di atas saluran air ini tidak akan mudah. Berbagai sorotan dan penolakan diyakini akan terus bermunculan dari berbagai pihak, termasuk dari para petinggi dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemkab Jombang.
“Ini merupakan solusi yang kami tawarkan. Kalau ada penolakan, tentunya harus ada solusi lain. Mari kita adu konsep, jangan cuma ngomong. Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” tandas Ali.(Elok Fauriah)