Menilik Kasus Bank Jombang, Dari Kebocoran Data Nasabah Hingga Dugaan Pelanggaran SOP
JOMBANG. FaktualNews.co – Perkara dugaan pelanggaran Standart Operasional Prosedur (SOP) yang dilakukan Bank Jombang, terus menggelinding. LSM Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) menuding, pelanggaran SOP yang dilakukan demi memuluskan pengajuan kredit sejumlah nasabah.
Disisi lain, dibongkarnya dugaan pelanggaran SOP berikut data nasabah ke publik oleh FRMJ, dikeluhkan nasabah bank Jombang sendiri. Mereka menyayangkan kesembronoan pihak bank atas kebocoran data ke luar.
Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional IV Jawa Timur melalui Humas nya, Winarto, langsung merespon permasalahan yang terjadi di Jombang ini. Ia meminta pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk segera melaporkan langsung ke OJK.
“Dilaporkan saja, monggo (silahkan) kirim surat ke Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK). EPK merupakan salah satu unit kerja OJK, nanti akan ada tanggapan-tanggapan dari situ,” terang Winarto selaku Humas OJK Regional IV Jawa Timur dalam sambungan teleponnya.
Namun Winarto meminta agar menelusuri kebenaran pihak mana yang sengaja membocorkan data pinjaman nasabah terlebih dahulu dengan melakukan komunikasi bersama pihak bank terkait. Ia menambahkan jika sebatas identitas yang bocor, kata dia segalanya mungkin terjadi. Mengingat data pribadi masyarakat sudah banyak beredar di jejaring sosial.
Terkait pelanggaran SOP yang ditudingkan pada Bank Jombang, Winarto menyebut setiap bank memiliki SOP yang berbeda. “Itu semua tergantung dari SOP masing-masing Bank, ada pihak Bank yang membutuhkan persetujuan komisarisnya saat mengucurkan dana pinjaman. Ada juga yang tidak,” tukasnya.
Keluhan akan bocornya data nasabah diungkapkan, Syarif Hidayatullah. Menurut Ketua Komisi D, DPRD Jombang yang biasa dipanggil Gus Sentot ini, menyayangkan akan bocornya data sejumlah nasabah lengkap dengan jumlah pinjaman mereka. “Saya menyayangkan saja, kok bisa data itu bocor,” terangnya kepada FaktualNews.co.
Disisi lain, FRMJ, pihak pertama yang membongkar adanya dugaan pelanggaran SOP oleh Bank Jombang, berikut sederet nama debitur lengkap dengan jumlah pinjaman yang sudah dikucurkan, mengakui jika ia hanya ingin membuka tabir mega KKN (Korupsi, kolusi dan nepotisme) yang melibatkan sejumlah tokoh penting di Jombang. Menurut Fatah, ketua FRMJ, dugaan pelanggaran SOP adalah diloloskannya sejumlah nasabah guna memeperoleh pinjaman tanpa mengindahkan aturan yang ada.
“Dalam SOP nya jelas, ada alur pinjaman yang harus dijalankan,” tegas Fatah, jumat (13/4/2018). Ditambahkan, Alur tersebut adalah pemohon kredit Rp.35 juta sampai dengan Rp. 100 Juta, harus disetujui Direktur Utama. Nilai pinjaman Rp.101 juta hingga Rp. 300 juta seijin komite kredit. Sementara Rp.300 juta sampai Rp.400 juta mesti diketahui Dewan Pengawas. Sementara pengajuan dengan nilai diatas yang ia sebut, harus seijin Bupati sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang segala kewenangannya tidak diserahkan kepada Direksi atau Dewan Pengawas. Hal itu menurut Fatah, sudah diatur dalam Perda nomor 17 tahun 2009 tentang BPR Bank Jombang.
Namun dalam praktiknya, ada sejumlah nasabah yang diloloskan pinjaman hingga mencapai Rp. 1,5 Miliar tanpa sepengetahuan Bupati Jombang. “Saat itu Bupatinya Nyono Suharli, dan saya sudah konfirmasi jika Nyono juga tdiak pernah menandatangani pengajuan kredit diatas Rp.1 Miliar. Jelas-jelas ini bank Jombang melakukan pelanggaran SOP,” pungkas Fatah.
Terkait kebocoran data nasabah ke luar sendiri sebenarnya sudah diatur dalam UU nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 10 tahun 1998 secara tegas mengatur pada pasal 40 yang menyebut, bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Sangsi atas kebocoran data tersebut juga diatur dalam pasal 47 ayat 2 yang menyebut Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan 25 paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4 miliar dan paling banyak Rp. 8 miliar.
Sementara, perihal lolosnya kredit sejumlah debitur yang diduga dengan menabrak SOP diatur dalam pasal 8 ayat 1 yang berbunyi dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Sementara menurut Fatah, ada salah satu debitur yang baru lulus sekolah dan belum memiliki pekerjaan tetap.
Didalam pasal 11 ayat 1 juga berbunyi Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. Didalam ayat 2 diatur batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Hal ini semakin dipertegas dalam ayat 4A. Dimana disebut dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit. Pasal 15 sendiri berbunyi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan 11 berlaku juga bagi Bank Perkreditan Rakyat. Bank Jombang sendiri statusnya adalah Bank Perkreditan Rakyat milik pemerintah daerah Jombang. Hingga berita ini diunggah, pihak bank Jombang lebih memilih bungkam. Konfirmasi via sambungan telepon ke nomor direktur bank Jombang Affandi tidak direspon. Bahkan nomor redaksi yang mencoba mengkonfirmasi di blokir oleh yang bersangkutan. (M.Dhofir, Zen Arivin, M.Syafii, Adi Susanto)