Pjs Bupati Jombang Dalam Pusaran Korporasi Migas PT Lapindo Brantas
JOMBANG, FaktualNews.co – Warga Dusun Kedondong, Desa Blimbing dan Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Jombang, Jawa Timur, gencar melakukan penolakan rencana eksplorasi gas PT Lapindo Brantas di wilayah tersebut. Meski, sudah ada izin lingkungan tentang kegiatan pemboran yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat.
Izin lingkungan No.188.4.45/128/415.10.3.4/2018 dikeluarkan dan ditandatangani Pjs Bupati Jombang, Setiajit, pada 26 Februari 2018 lalu.
Berdasarkan salinan beleid yang diterima FaktualNews.co itu disebutkan, Pemkab Jombang memberikan izin lingkungan kegiatan pemboran sumur eksplorasi (metro-1) dan pemboran sumur delinasi (metro-2 dan metro-3) oleh SKK Migas-Lapindo Brantas, yang berlokasi di Desa Blimbing dan Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Jombang.
Perlu diketahui, pemboran eksplorasi adalah pemboran sumur-sumur yang dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya hidrokarbon serta untuk mendapatkan data-data bawah permukaan sebanyak mungkin. Sedangkan pemboran deliniasi yakni, pemboran sumur-sumur yang bertujuan untuk mencari batas-batas penyebaran migas pada lapisan penghasilnya.
Menurut Koordinator KontraS biro Jombang, Nur Chakim, menuding izin lingkungan yang dikeluarkan Pemkab diduga menyalahi aturan serta ada indikasi maladministrasi.
“Belum ada sosialisasi dari pihak Lapindo kepada warga disekitar lokasi. Mereka juga, tidak ada yang diminta tanda tangan untuk persetujuan. Kok sudah muncul izin lingkungan dari Pemkab Jombang, ada apa dengan Pjs Bupati,” tegas dia, kepada FaktualNews.co, Kamis (10/5/2018).
Lebih jauh, Chakim mempertanyakan landasan hukum, yang menjadi dasr dikeluarkannya izin lingkungan oleh Pemkab Jombang dan ditandatangani Pjs Bupati, Setiajit. “Saya kurang paham apa yang menjadi dasar Pak Pjs berani menandatangai izin lingkungan itu,” katanya, sambil terheran-heran.
Yang menjadi catatan pihaknya, izin itu dikeluarkan diduga setelah ada pertemuan pihak terkait di ruang Sekda Jombang, tanpa melibatkan warga setempat. “Ini yang menjadi catatan kita, dan kita pertanyakan. Namun tidak ada jawaban dari mereka (Pemkab),” tutur Chakim.
Untuk itu dirinya mendesak, Pemkab Jombang mencabut izin lingkungan No. No.188.4.45/128/415.10.3.4/2018 tentang kegiatan pemboran.
Izin lingkungan dapat dibatalkan
Pakar hukum, Solikin Rusli, menegaskan Pjs Bupati tidak boleh mengeluarkan keputusan strategis yang berhubungan dengan pembangunan sifatnya berkepanjagan.
“Kewenangan Pjs Bupati itu terbatas. Tidak bisa mengeluarkan atau menandatangani SK atau izin yang sifatnya berlaku berkepanjangan, karena itu bertentangan dengan kepegawaian. Jadi salah besar, kalau Pjs berani memberikan izin lingkungan terkait rencana pemboran Lapindo,” kata dosen Universitas Darul Ulum ini kepada FaktualNews.co, Kamis (10/5/2018).
Menurutnya, berdasarkan surat Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor: K.26-30/V.1OO-2/99 yang dikeluarkan 19 Oktober 2015, tentang penjelasan atas kewenangan penjabat kepala daerah di bidang kepegawaian.
“Pada poin 1 d bagian (1.d) Pjs kepala daerah, dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Dan di bagian (a) Pjs dilarang, mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluakan pejabat sebelumnya,” tutur Solikin Rusli.
Ditegaskannya, jika Pjs Bupati tidak mempunyai kewenangan mengeluarkan perijinan sesuai aturan Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) di atas. “Maka kalau tidak punya kewenangan itu, akibatnya semua surat perizinan yang dikeluarkan atau dihasilkan selama kepemimpinan Pjs, dapat dibatalkan,” tambah Solikin.
Sementara itu, menurut pengamat hukum Edi Haryanto, izin lingkungan yang dikeluarkan bisa menjadi boomerang. “Ini bisa blunder bagi Pak Setiajit, selaku Pjs Bupati Jombang,” tegasnya.
Bahkan di dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2018, lanjut Edi, tidak satupun tersirat, bahwa seorang Pjs Bupati diperbolehkan untuk mengeluarkan sebuah regulasi.
“Dan apalagi, patut ditengarai (SK izin lingkungan pemboran Lapindo), bertentangan dengan peraturan perundangan yang diatasnya,” pungkas pria yang juga sebagai pengacara ini.
DLH: UKL-UPL tak perlu persetujuan warga, Pjs Bupati bungkam
Pjs Bupati Jombang Setiajit saat dikonfirmasi FaktualNews.co, Kamis (10/5/2018), enggan menjelaskan lebih detail terkait landasan dirinya berani menandatangani SK izin lingkungan pemboran PT Lapindo Brantas di Desa Blimbing.
Setiajit berkilah, izin lingkungan yang ditandatanganinya sudah sesuai peraturan perundangan yang berlaku. “Secara, teknis silahkan di konfirmasikan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH),” kata dia.
Sementara itu, menurut pengakuan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang, Yudhi Adrianto, selama ini perizinan PT Lapindo Brantas sudah sesuai dengan peraturan yang ditentukan. Karena hanya sebatas upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL), maka tidak diperlukan adanya persetujuan (tanda tangan) warga, kecuali jika Amdal maka keterlibatan warga selaku instrumen dari dampak kegiatan sangat diperlukan.
“Kalau hanya sebatas UKL-UPL, tidak diperlukan tanda tangan warga, kecuali jika Amdal. Kalau Amdal keterlibatan warga sangat diperlukan. Atauran ini sudah ketentuan dari pusat, bukan dari kita,” jelasnya, saat dikonfirmasi FaktualNews.co melalui sambungan teleponnya, Kamis (10/5/2018).
Selain itu, kata Yudhi, kegiatan PT Lapindo Brantas hanyalah sebatas eksplorasi, yakni semacam penelitian untuk melihat kapasitas sumber daya alam yang ada di perut bumi. Namun jika memang didaerah tersebut terdeteksi sumber daya alam (migas) yang dinilai cukup melimpah maka pihak Lapindo Brantas akan melakukan eksploitasi.
“Ini kan masih sebatas eksplorasi, jadi eksplorasi itu menindak lanjuti hasil seismik melihat disana ada kandungan migasnya atau tidak. Jadi nanti setelah diketahui kandungan minyaknya berapa akan dilihat sesuai nggak dengan investasi, kalau terlalu mahal nggak mungkin aka dilanjutkan ivestasinya,” tambah pria berkacamata ini.
Atas dasar itu, DLH Kabupaten Jombang memberikan izin UKL-UPL untuk mengontrol segala aktivitas dan dampaknya, bahkan jika memang benar-benar akan terjadi eksploitasi, maka pihak DLH pun bisa melakukan pencegahan terlebih dahulu. Bahkan Pihak PT Lapindo Brantas, juga wajib memberikan laporan kegiatan setiap enam bulan sekali.
“UKL-UPL disitu ada dokumen yang menggambarkan sebelum kegiatan, saat kegiatan dan pasca kegiatan, jadi potensi dampak yang timbul semua teridentifikasi baik dampak yang positif dan negatif. Dengan begitu kita bisa mengupayakan dampak yang positif, kalaupun nanti eksploitasinya sama. Dan nanti mereka ada kewajiban memberikan pelaporan setiap enam bulan sekali,” tukas Yudhi.
Warga siapkan gugatan
Koordinator KontraS biro Jombang, Nur Chakim menegaskan, akan melakukan gugatan atas tindakan PT Lapindo Brantas dan keluarnya izin lingkungan tersebut, karena hal itu dinilai cacat administrasi.
“Kita akan lakukan gugatan, karena menurut kami dasar pertimbangan dikeluarkanya izin lingkungan eksplorasi tersebut, kami menilai cacat administrasi. Karena tidak sesuai dengan prinsip UU no. 32 tahun 2009 tentang ligkungan hidup,” tuturnya.
Menurut Chakim, jika dilihat dari lokasi titik pengeboran, dari jarak pemukiman yang paling dekat hanya sejauh 200 meter. Hal tersebut dinilai sangat tidak menguntungkan bagi warga masyarakat, padahal lokasi strategis untuk melakukan pengeboran sekitar 2 km dari pemukiman warga.
“Menurut analisa kami, jarak pengeboran dan pemukiman adalah 200 meter sedangkan lokasi strategisnya adalah 2 km,” pungkas dia.