Di Balik Tragedi Bom Surabaya, Anak Pelaku Tak Disekolahkan, Didoktrin Paham Radikal
SURABAYA, FaktualNews.co – Tragedi penyerangan bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya, menyisakan korban selamat dari pihak pelaku, ada empat anak. Tiga anak dari pelaku bernama Anton Ferdiantono atas kasus ledakan di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo dan satu anak dari Tri Murtono, pelaku bom bunuh diri Mako Polrestabes Surabaya.
Rupanya, keempat anak tersebut tidak disekolahkan oleh orang tuanya. Selama ini, keempat anaknya dibohongi menggunakan istilah home schooling, didoktrin radikal.
“Istilah home schooling itu tidak benar. Padahal mereka tidak ada sekolah. Mereka dikurung dengan doktrin khusus sehingga anak itu yang di GKI Jalan Diponegoro mau ikut bawa bom pinggang,” tutur Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin, Selasa (15/5/2018).
Tambah Kapolda, keempat anak itu juga dipaksa menjawab jika dirinya menjalani home schooling ketika ditanya masyarakat. Tujuannya, agar tidak ada kecurigaan dari masyarakat.
“Tidak disekolahkan mereka agar dapat didoktrin dengan video-video radikal dan tidak berinteraksi dengan masyarakat lain,” lanjutnya.
“Baik yang AIS (8) anak pelaku bom di Polrestabes dan tiga anak pelaku di Sidoarjo itu tidak sekolah. Ini sama karena satu guru yang pengajiannya sama dalam satu minggu. Ada keterkaitan. Namun ada satu yang sekolah. Dia anak yang besar karena ikut neneknya. Kedua anak lain sering dicekoki film (doktrin terkait terorisme),” imbuh Machfud.
Pejabat nomor satu di Polda Jatim ini mengungkapkan, kondisi keempatnya sudah membaik. Yang tiga sudah bisa berinteraksi tinggal satu yakni anak yang terlempar dalam peristiwa bom di Polrestabes Surabaya yang masih dalam pengaruh obat bius.
“Kami akan berikan pendampingan untuk anak anak pelaku. Pandampingan itu bisa dari Polwan dan psikolog. Setelah itu akan diserahkan kepada keluarga. Dengan catatan mereka harus bertanggung jawab karena orang tua mereka sudah meninggal,” pungkas Kapolda Jatim.