JOMBANG, FaktualNews.co – Sekretariat DPRD Jombang kini mulai menjadi sorotan sejumlah pihak. Pelbagai permasalahan mendera OPD di bawah pimpinan Pinto Windarto ini. Dari dugaan penyalahgunaan wewenang dengan merekrut tenaga honorer untuk sopir dan petugas keamanan, hingga indikasi manipulasi operasional kunjungan kerja anggota DPRD Jombang.
“Ada beragam dugaan penyelewengan anggaran di tubuh sekretariat DPRD Jombang,” terang salah satu sumber terpercaya, Sabtu (26/5/2018). Sumber ini mengungkapkan salah satunya adalah rekruitmen tenaga sopir dan petugas keamanan baru. Padahal, jumlah sopir lama di DPRD Jombang cukup melimpah.
Akibat kebijakan tidak berpihak ini, sejumlah sopir lama mengeluh karena job berkurang. “Akibatnya banyak sopir nganggur. Belum lagi tenaga keamanan yang baru, tubuh mereka kerempeng semua. Apa proses rekruitmen tidak ada tes?,” tambah sumber ini. Rekrutmen honorer ’siluman’ menurut sumber FaktualNews.co ini mengindikasi adanya kerjasama tidak sehat antara oknum petinggi DPRD dengan pihak Sekwan sendiri.
Senada juga diungkapkan sumber lain yang juga meminta agar identitasnya dirahasiakan. Gunjingan tak sedap tidak hanya seputar rekrutmen honorer ‘siluman’ melainkan juga merambat ke operasional kunjungan kerja (kunker) para wakil rakyat hingga anggaran pengadaan seragam dan makanan minuman.
“Kalau untuk pengadaan seragam dan mamin sudah bukan rahasia lagi, yang patut jadi sorotan adalah manipulasi kunker,” terang sumber ini. Lebih jauh diungkapkan, dugaan manipulasi kunjungan kerja yang dilakukan pihak sekwan ini dengan mengatur anggaran dan jadwal kunker.
Dalam aturannya, tidak seluruh staf DPRD bisa melakukan kunker. “Aturannya, DPRD dan pendamping yang bisa melakukan kunjungan. Sementara staf yang bukan pendamping alat kelengkapan tidak ada ketentuan untuk ikut kunjungan kerja,” ulas sumber ini. Dituturkan sumber terpercaya FaktualNews.co, setiap kali kunjungan kerja, sesuai aturan hanya ada pendamping. Namun pada praktiknya, staf yang diikutkan secara bergiliran.
Cara merancang anggarannya, masih menurut sumber ini adalah ada space yang disamarkan. Ia juga mencontohkan, dalam aturan, sekelas kepala seksi ikut kunker ke luar pulau tidak diperbolehkan. Namun di Jombang menurutnya, ini bisa dilakukan dengan dalih mendampangi dewan. Padahal jelas pendamping DPRD sendiri sudah ada. “Ini namanya pemborosan keuangan negara,” tukasnya.
Belum lagi sinyalemen penerimaan fee dari pihak penyedia jasa sarana dan prasarana yang dinikmati. Karena sesuai aturan, untuk keperluan kunker dan studi banding, sekretariat DPRD Jombang berkewajiban menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.
Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Langkah-Langkah Penghematan dan Pemanfaatan Anggaran Belanja Perjalanan Dinas dan Meeting/Konsinyering dalam rangka pelaksanaan APBN 2015 oleh Presiden Joko Widodo tertanggal 29 Januari 2015, secara rinci memerintahkan kepada masing-masing Kementerian dan Lembaga untuk melakukan pemblokiran mandiri atau self blocking, terhadap alokasi anggaran belanja perjalanan dinas meeting/konsinyering. Sejatinya, pemerintah juga telah melakukan cara-cara lain dalam melakukan efisiensi anggaran perjalanan dinas.
Dahulu, perjalanan dinas menggunakan sistem lumpsum, dimana sejumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu atau pre-calculated amount dan dibayarkan sekaligus. Ini sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.02/2003 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, dan Pegawai Tidak Tetap.
Dengan menggunakan sistem lumpsum ini, maka pegawai negeri sipil yang akan melakukan perjalanan dinas dan menerima sejumlah uang tertentu yang dibayarkan sekaligus. Hitungan yang masuk di dalamnya, termasuk biaya transportasi, biaya penginapan dan biaya hidup selama perjalanan dinas. Sistem ini memungkinkan pegawai yang melakukan perjalanan dinas dapat mengatur sendiri penggunaan uangnya karena tidak ada pertanggungjawaban lebih lanjut mengenai penggunaan uang dinas.
Satu-satunya alat bukti adalah Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), yang ditandatangani dan dicap oleh instansi tempat tujuan. Namun, sistem ini berpotensi masih terjadinya penyelewengan. Sehingga Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.05/2008.
Peraturan ini mengatur sistem perjalanan dinas menggunakan kombinasi antara lumpsum dan “at cost”, yang artinya dibayar sesuai dengan kebutuhan. Pergantian sistem ini sekaligus juga menyusul ditemukannya 259 kasus yang muncul akibat penyimpangan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah yang memiliki potensi merugikan keuangan negara hingga Rp77 miliar, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). (https://tirto.id/melawan-kebocoran-uang-negara-dari-perjalanan-dinas-pns-cK5Q)
Sementara itu, upaya konfirmasi hingga saat ini masih terus dilakukan redaksi FaktualNews.co. Saat coba dihubungi, Sekretaris DPRD Jombang Pinto Windarto, belum dapat memberikan keterangan apapun. Pesan singkat yang dikirimkan melalui aplikasi whatsapp juga tidak di balas.