Kriminal

Kasus Dugaan Korupsi Anggota Dewan di Jombang Berlanjut, Pengamat : Terlalu Dipaksakan

JOMBANG, FaktualNews.co – Kasus dugaan korupsi dana desa Tampingmojo tahun 2015 menyeret oknum Anggota Komisi A DPRD Jombang yang berlanjut dinilai terlalu dipaksakan.

Hal demikian dituturkan pengamat hukum dan politik, Solikhin Ruslie. Ia mengatakan bahwa terkait dengan kasus tersebut penetapannya dipaksakan dan tidak akan ada penahanan.

“Menurut saya penetapan itu terlalu dipaksakan, dan kalau masih belum ditahan, saya yakin tidak akan ditahan,” tuturnya, Sabtu (18/12/2021).

Menurut Solikhin yang juga sebagai Dosen UNTAG Surabaya ini, kasus yang menyeret oknum anggota dewan itu nilai kerugiannya kecil sehingga perlu mempertimbangkan aspek yang lain jika kasus tersebut dilanjutkan.

“Nilainya sangat kecil, justru nanti negara yang dirugikan. Penegakan hukum itu sebenarnya bukan hitam putih, ada nilai-nilai sosiologis yang harus dijunjung, maka dikuliah hukum, sosiologi hukum mata kuliah utama,” jelasnya.

Meski telah ditetapkan sebagai tersangka dan tidak bisa dianulir, Solikhin menyarankan agar nengajukan praperadilan untuk pembatalan status tersangka.

“Saya menyarankan untuk mengajukan praperadilan saja untuk pembatalan status tersangka,” katanya.

Dirinya mempertanyakan tentang keseriusan penegak hukum dalam menangani kasus korupsi tersebut yang notabene, kasus lama namun kembali dilanjutkan.

“Kenapa Kejaksaan menyelidiki kasus seperti itu sejak dulu belum kelar, sehingga lebih kental nuansa politisnya. Kalau mau objektif, masa mengusut kasus ceketer seperti itu butuh waktu lima tahun, untuk efek jera ya yang objektif termasuk dengan kasus-kasus lain,” tandas Solikhin memungkasi.

Diketahui sebelumnya bahwa oknum anggota dewan komisi A DPRD Jombang yakni Naim ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi dana desa tahun 2015 saat menjalankan pembangunan rabat beton ketika menjadi Kepala Desa Tampingmojo.

Dari nilai proyek sebesar Rp 115 juta, telah ditemukan selisih yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 50 juta, dan tidak dapat mempertanggungjawabkan secara konkret sehingga awal muncul kasus diungkap di tahun 2019.