Nasional

Dekrit Presiden dan Celana Pendek Gus Dur 17 Tahun Silam

SURABAYA, FaktualNews.co – 23 Juli 2001 menjadi catatan sejarah bagi bangsa Indonesia. Tepat 17 tahun silam, KH Abdurrahman Wahid mengeluarkan dekrit yang akhirnya melengserkannya dari kursi Presiden RI ke-IV.

Tiga poin yang dikeluarkan Gus Dur dalam dekritnya yakni, Pembubaran MPR/DPR, Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan Membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR.

Selaku orang dekat Gus Dur, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) dalam beberapa kesempatan pun mengungkapkan kenapa dekrit tersebut dikeluarkan. “Wes suwe gak onok dekrit, cak (Sudah lama tidak ada dekrit, cak),” kata Cak Nun dikutip dari laman okezone.com, Senin (23/7/2018).

Sebenarnya, pelengseran Gus Dur mulai diserukan beberapa tokoh politik sejak dihembuskannya isu kasus dana Yanatera Bulog dan Bantuan Sultan Brunei. Namun, hal tersebut gagal dijadikan alasan untuk menjatuhkan Gus Dur sebagai Presiden, karena tidak terbukti.

Pelengseran itu sendiri awalnya menggunakan alasan soal pergatian Kapolri. Gus Dur saat itu memecat Jenderal Bimantoro dan mengangkat Jenderal Chairudin Ismail sebagai pimpinan Polri.

Kebijakan itu yang dijadikan senjata oleh parlemen untuk menggelar Sidang Istimewa. Sebab, keputusan Gus Dur dinilai pelanggaran berat karena tidak melibatkan DPR/MPR dalam pengangkatan Kapolri.

Dengan adanya momentum tersebut, beberapa tokoh politik kala itu menjadikan celah untuk mempercepat pelaksanaan Sidang Istimewa yang awalnya digelar pada 1 Agustus menjadi 23 Juli 2001.

Setelah mengetahui adanya percepatan Sidang Istimewa itu, Gus Dur mengeluarkan Dekrit Presiden pada 23 Juli 2001. Keputusan itu dikeluarkan untuk mencegah pelaksanaan Sidang Istimewa yang dianggap tidak sejalan dengan cita-cita Reformasi. Di hari yang sama, Dekrit Presiden Gus Dur dilawan dengan Sidang Istimewa yang memutuskan untuk memakzulkan Gus Dur.

Pemakzulan Gus Dur dari kursi Presiden RI menyulut kemarahan para santri dan simpatisan cucu pendiri Nahdlatul Ulama, KH Asy’ari itu. Para simpatisan Gus Dur menilai bahwa panutannya itu telah didzalmi oleh beberapa kelompok elite politik. Basis massa yang dipelopori oleh Nahdliyin sempat mengepung Istana Negara untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden setelah dikudeta oleh parlemen.

Tersiar kabar bahwa, jutaan santri, Ustadz dan Kiai di Jawa Timur ingin berangkat ke Jakarta untuk protes atas pemakzulan Gus Dur. Tetapi, niat mereka diurungkan lantaran sosok panutannya langsung melarang melakukan hal tersebut.

“Itu memang iya (rencana jutaan simpatisan Gus Dur di Jawa Timur ke Jakarta) tetapi, Gus Dur pedomannya tak boleh hanya urusan jabatan terjadi adanya setetes darah,” ujar Juru Bicara Presiden Gus Dur, Adhie Massardi.

Akan tetapi, sikap patuh para simpatisan ini membuat rencana aksi massa itu batal. Gus Dur pun akhirnya dilengserkan dan meninggalkan Istana Negara. Dengan didampingi putrinya, Yenny Wahid, bapak pluralisme itu keluar dari istana negara mengenakan kaos dan celana pendek untuk menemui pendukungnya.

Kini Gus Dur sudah tiada. Gus Dur wafad di usia 69 tahun pada 30 Desember 2009. Meski demikian, pemikiran-pemikirannya hingga kini masih tersimpan dan diaplikasikan guna membangun bangsa ini.