Hukum

Kembalikan uang Rp 1,220 Miliar, Nyono Minta Maaf

SIDOARJO, FaktualNews.co – Sejumlah fakta baru terkuak dalam persidangan kasus dugaan korupsi penerimaan suap yang melibatkan Bupati Jombang non-aktif Nyono Suharli Wihandoko. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya itu, Nyono sudah mengembalikan uang negara senilai Rp 1,220 miliar pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Uang tersebut ia terima dari beberapa pihak yang terkait dana suap kasus yang membelitnya. Nyono menyerahkan uang tersebut saat dia ditahan dan dijadikan tersangka oleh penyidik KPK. Dia diduga telah menerima uang sejumlah Rp 1,155 miliar dari mantan Plt Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Inna Silestyowati, terpidana dalam kasus suap jabatan.

“Saya mohon maaf untuk itu, saya keliru dan ceroboh,” ungkap Nyono yang juga mantan ketua DPD Golkar Jawa Timur, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo Selasa (14/8/2018).

Dalam persidangan itu, Nyono menyebut jika uang setorang yang diterimanya tersebut sama sekali tidak masuk kantong pribadinya. Melainkan, dana itu digunakan untuk kegiatan sosial dirinya selama menjabat sebagai Bupati.

Memang saat menjabat, sering kali politisi yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jombang periode 2009-2014 itu melakukan kegiatan sosial. Mulai memberikan santunan anak yatim dan pembangunan sejumlah tempat ibadah di Kota Santri.

Selain itu, kepada jaksa KPK Wawan Yunarwanto dan Riniyati Karnasih, Nyono sejatinya tak begitu mengenal Inna Silestyowati. Dalam keterangannya, Nyono justru lebih mengenal suami Inna, Samidjan.

Dari situ, terjadi hubungan baik. Samidjan menjadi salah seorang anggota tim pemenangan Nyono dalam Pilkada 2013. Karena Nyono menang, Samidjan yang juga memiliki kepentingan dalam usahanya mendirikan rumahsakit akhirnya mendekat. “Dia bilang titip istrinya (Inna, Red)” terangnya.

Selain hal itu, Samidjan mengaku ingin membantu dalam kegiatan sosial. Dari situlah awal mula uang suap tersebut diduga diterima Nyono. Pada 2016, Samidjan memberikan uang sebanyak Rp 200 juta. Alasannya, uang itu digunakan untuk kegiatan sosial.

Kemudian, setelah dua bulan, dia memberikan uang lagi senilai Rp 150 juta. “Uang itu saya gunakan untuk sumbangan kegiatan sosial,” papar Nyono.

Namun, sekali lagi, Nyono meminta maaf atas kelalaiannya. Selain dana dari Samidjan, dia mendapat dana dari Inna. Dana tersebut berasal dari dana kapitasi Puskesmas se-Jombang.

Saat kenaikan pangkat Inna menjadi kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Nyono menerima uang terus-menerus senilai Rp 600 juta. Uang itu diberikan melalui ajudannya.

Setelah mendengar keterangan tersebut, Wawan berpendapat, banyak yang tidak sama dengan keterangan saksi. Terutama uang yang diterima Nyono.

Sementara itu, penasihat hukum Nyono, Soesilo Ariwibowo, mengungkapkan bahwa seluruh dana tersebut sudah dikembalikan. Itu bisa menjadi peringan hukuman. “Kami berharap seperti itu,” katanya.

Namun, untuk uang yang terus mengalir tersebut, Soesilo menyebut kliennya benar tidak mengetahui dana itu berasal dari dana kapitasi.

“Yang penting tadi karena tujuannya untuk kegiatan sosial, bukan kepentingan pribadi,” jelasnya.

Soesilo menyatakan, kliennya sudah menyesal dan mengakui kesalahannya. “Nyono sudah minta maaf juga. Saya berharap hakim bisa memutuskan secara adil saja,” ucapnya.

Kasus Nyono bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Dia ditangkap di Solo, Jawa Tengah. Dalam penangkapan itu, KPK mengamankan uang senilai Rp 25 juta. Uang tersebut diambil Nyono dari uang yang diberikan Inna senilai Rp 75 juta.

Uang Inna itu digunakan sebagai pelicin izin operasional RSIA Mitra Bunda yang merupakan milik Samidjan. Dia dikenai pasal 12 huruf a Undang-Undang Tipikor. Selain itu, dia dikenai pasal 11 Undang-Undang Tipikor jo pasal 65 ayat (1) KUHP.