Lontong Balap Cak Ji, Kuliner Asli Surabaya Yang Tak Kenal Hari Libur
SURABAYA, FaktualNews.co – Lontong Balap merupakan makanan khas Kota Surabaya, Jawa Timur. Meski tak banyak, keberadaan penjual kuliner ini masih mudah dijumpai di Kota Pahlawan. Diantara sederet gerai Lontong Balap yanga ada, Lontong Balap Cak Ji satu diantara yang paling menggugah selera yang tak kenal hari libur.
Berlokasi di Jalan Jetis Seraten, Kelurahan Ketintang, Kecamatan Gayungan, Kota Surabaya, Lontong Balap Cak Ji setiap hari diserbu puluhan pelanggan sejak dibukanya hingga tutup menjelang sore.
“Buka jam 09.00 WIB pagi, dan tutup jam 05.00 WIB sore. Nggak ada hari libur, hari besar pun kita tetap buka kecuali ada keperluan penting,” tutur Harmaji (37), pemilik gerai, Sabtu (18/7/2018).
Setiap hari, Harmaji mengaku bisa menjual sekitar 100 porsi Lontong Balap kepada pelanggan yang kebanyakan berasal dari kalangan kepolisian, mahasiswa, pelajar dan masyarakat sekitarnya.
“Sebenarnya kita bisa menjual lebih dari itu, namun karena rekan saya capek, ya sudah cukup itu saja,” akunya.
Pada kesempatan itu, FaktualNews.co memesan satu porsi Lontong Balap Cak Ji. Beberapa menit, pesanan pun diantar ke meja makan dan siap dinikmati. Penyajian Lontong Balap Cak Ji seperti Lontong Balap pada umumnya. Terdiri dari beberapa potong lontong yang ditutupi kecambah, bawang goreng, dengan kuah berwarna coklat karena sedikit bercampur petis udang dipinggirnya.
Petis adalah komponen masakan di Indonesia yang serupa dengan saus pekat dengan bahan dasar sari udang olahan serta ikan. Biasanya penyajian pada makanan Lontong Balap, petis selalu dilumat bersama bawang putih dan cabe rawit. Produksi Petis dikenal berasal dari Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Didalam sajian Lontong Balap Cak Ji, juga ada remasan lento, yakni camilan khas Jawa Timur terbuat dari sejenis kacang-kacangan rebus yang dibumbui. Kami pun seakan tak sabar untuk segera mencicipi.
Bukan hanya itu, sepiring Lontong Balap Cak Ji kurang lengkap jika tak disertakan sate kerang. Satu piring Lontong Balap Cak Ji dengan tiga tusuk sate kerang dibanderol Rp 12 ribu.
Benar saja, dengan cepat sajian itu habis kami santap. Rasanya pun sungguh nikmat, rasa pedasnya juga pas. Sesuai dengan selera masyarakat Jawa Timur. Tak Heran, gerainya selalu dipenuh pembeli.
“Dulu awal buka, kita jual satu piring tujuh ribu rupiah. Sekarang satu porsi sembilan ribu rupiah, biasanya pelanggan minta sate kerang, tiga tusuk tiga ribu rupiah,” lanjut Harmaji.
Harmaji mengaku, penjualan Lontong Balap miliknya makin terbantu setelah menunya tersaji di aplikasi ojek online. Jangkauan pelanggan pun makin luas, hingga ke luar kota Surabaya, yakni Gresik dan Sidoarjo.
Gerai Lontong Balap Cak Ji rupanya juga bisa dijumpai di Jalan Ketintang Madya nomor 30, Kota Surabaya. Cabang itu baru dibuka beberapa tahun lalu, ia berencana akan terus membuka cabang-cabang dibeberapa titik.
“Insya Allah kalau ada rejeki kita mau nambah karyawan dan nambah tempat lagi,” tandasnya.
Pria asal Ponorogo itu sempat bercerita awal sebelum ia dikenal sebagai penjual Lontong Balap Cak Ji oleh masyarakat. Rupanya, perjalanan hidup Harmaji, tak senikmat rasa Lontong Balap buatannya.
Perjalanan Kisah Lontong Balap Cak Ji, Tak Senikmat Rasanya
Di Surabaya, sudah 12 tahun lamanya ia mengadu nasib, tak langsung menjadi penjual Lontong Balap. Ia menuturkan bila dirinya kerap mengadu nasib diberbagai kota di Pulau Jawa, yang pada akhirnya nasib beruntung diperoleh ketika berada di Surabaya.
“Sempat enam tahun berada di Jawa Barat, di Cirebon, Brebes, Palimanan, Indramayu dan berbagai kota,” katanya.
Pada akhirnya kembali ke Jawa Timur, daerah asalnya. Di Kota Surabaya, berbagai profesi ia lakoni, baik sebagai kuli bangunan, pengamen, pedagang krupuk hingga tukang bakso keliling. Lalu, ia sempat ikut saudaranya menjadi karyawan di warung Lontong Balap.
Disanalah secercah harapan ia dapat, tanpa sengaja ilmu resep membuat Lontong Balap ia pelajari secara otodidak hingga benar-benar memutuskan menjual Lontong Balap sendiri.
“Idenya dulu saya ikut Pak De sebagai pencuci piring di warung Lontong Balap, akhirnya punya inisiatif, mosok (masa) cuci piring terus. Diam-diam mencuri resep, lalu ke pasar kulakan sendiri karena sering ditinggal. Masak juga sendiri, akhirnya otomatis bisa sendiri,” lanjut pria berperawakan kurus ini.
Dari kampung ke kampung dia jajakan Lontong Balap buatannya, bertahun-tahun dengan hasil lumayan. Kata Harmaji, pendapatannya kala itu semakin lama semakin meningkat, banyak pelanggan yang jatuh hati pada dagangannya.
“Akhirnya dikompori pelanggan agar cari tempat, saya mikir. Kemudian baca artikel tentang kuliner terkenal. Kalau keliling terus tidak ada pelanggan,” jelas Harmaji.
Dia pun berniat menyewa sebuah stand dari uang tabungan selama menjadi pedagang keliling dan mendapat sebuah tempat di sekitar Masjid Al Falah, Kecamatan Darmo, Kota Surabaya. Disana hanya bertaham dua tahun, karena sang pemilik enggan menyewakan tempat ditahun berikutnya.
Terpaksa Harmaji kembali memutar otak, “Atas ijin Allah, dikasih di sini,” singkat pria yang saat ini tinggal di kawasan Darmo Kali bersama kedua anak buahnya tersebut.