Nasional

BNPT : Kampus di Jatim Rawan Disusupi Aliran Radikal

JEMBER, FaktualNews.co – Dari hasil survei yang dilakukan badan intelejen, sepanjang 2017 hingga pertengahan 2018 ini, seluruh perguruan tinggi di seluruh Indonesia, bahkan wilayah Jawa Timur, berpotensi disusupi ajaran radikalisme. Terkait penyebarannya pun, diketahui ada sejumlah faktor yang mempengaruhi.

Hal itu disampaikan langsung oleh Kasubdit Binmas Direktorat Deradikalisme BNPT Solihudin Nasution, usai mengisi materi Kuliah Umum di Aula Sutardjo Universitas Jember, dengan tema Anti Radikalisme dan Anti Terorisme dalam Menjaga Keutuhan NKRI, Rabu siang (26/9/2018).

Dalam kegiatan kuliah umum yang diikuti oleh ratusan mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unej tersebut, Solih memaparkan berbagai hal terkait antisipasi dan mengenali perkembangan tentang radikalisme yang berada di tengah-tengah masyarakat saat ini.

“Data (yang diterima) BNPT itu, penyebaran radikalisme ini sudah masuk di dunia pendidikan. Namun sudah ditingkat pendidikan mana, kita tidak bisa menyebutkan detail, karena penindakannya secara intelejen,” ujar Solih.

Namun untuk tingkat perguruan tinggi, kata Solih, semua memiliki potensi sama “Semua memiliki potensi yang sama. Tidak melihat wilayah mana, ataupun kampus mana! Bahkan orang yang terpapar faham tersebut (radikalisme) itu, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yakni faktor ekonomi, faktor kedangkalan keilmuan, faktor ketidakpuasan, faktor dendam, dan faktor empati yang tinggi,” sebutnya.

Sejumlah faktor itulah, yang menyebabkan masyarakat dapat terpapar aliran intoleran tersebut. “Karena terkait faktor ketidakpuasan (intinya), hal itu pasti dialami setiap individu, tidak puas dengan pemerintah, tidak puas dengan keluarganya, ataupun juga tidak puas dengan kebijakan yang dijalani. Hal itu harus diantisipasi,” katanya.

Siapa yang terpapar aliran radikal tersebut. “Tidak hanya orang tertentu, ada dari kalangan mahasiswa, ada seorang dosen, ada pejabat negara, bahkan polisi juga terpapar radikalisme ini. Potensi ini sangat ada. Sehingga upaya untuk menangkalnya, kami mengajak semua lembaga ini, untuk terus melakukan sosialisasi,” tandasnya.

Sosialisasi yang dilakukan pun, harus sering dilakukan. “Sehingga menangkalnya pun akan berkelanjutan. Harapannya agar ajaran intoleran itu bisa dihindari, bahkan dihapuskan,” imbuhnya.

Sementara itu, Sofyan Sauri, mantan teroris yang saat ini sering menjadi pemateri terkait pengalamannya mengenal aliran radikalisme, menilai bahwa pemerintah harus membuat regulasi yang tegas, untuk melindungi sektor pendidikan dari ajaran radikal tersebut.

Pria yang juga mantan anggota Polri berpangkat brigadir ini menyampaikan, dirinya mengetahui, teman-teman dan mentornya dalam ajaran radikal dulu, saat ini sudah menyebar di kampus-kampus.

“Pelajaran, bidang studi, kurikulum, ataupun lembaga dakwah kampus. Kurang cukup waktu untuk membahas persoalan yang sifatnya keIslaman. Karena seperti halnya memahami boleh atau tidak boleh, butuh waktu dan tempat khusus, yang biasanya hanya copy paste (menyalin, red), atau mengambil pendapat ulama lain,” jelasnya.

Sehingga yang terjadi, kata pria yang juga menjalani vonis 10 tahun penjara dalam kasus terorisme itu, sikap saling toleransi antar umat beragama tidak ada, bahkan juga mungkin hilang, karena pemahaman yang salah.

Bahkan saat pengalamannya dulu pernah diajak mengikuti forum atau kelompok pengajian tertentu, dirinya diberi pemahaman oleh mentor tentang ajaran radikal, yang seolah-olah sesuai dengan syariat Islam.

“Seharusnya pemerintah yang mempunyai regulasi terhadap lembaga pendidikan (memahami hal ini). Kemudian menanamkan nilai-nilai pendidikan dari tingkat pendidikan rendah hingga tinggi. Sehingga dapat melindungi sektor pendidikan ini, dari masuknya kelompok intoleransi itu,” tandasnya.