JOMBANG, FaktualNews.co – Peringatan Hari Tani Nasional dirayakan oleh puluhan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Jombang dengan berunjuk rasa di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Rabu (26/9/2018) siang
Dalam aksinya, puluhan mahasiswa ini meminta pemerintah agar dapat merealisasikan rekomendasi agraria dan memperjuangkan hak petani tembakau Jombang yang diduga telah dimanfaatkan untuk pemerintah untuk pembayaran tunggakan BPJS.
“Aksi hari ini, yang bertepatan dengan hari Tani se-Indonesia kita menuntut yang pertama meminta pemerintah untuk menerapkan UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria. Selain itu pemerintah di sini telah memelaratkan petani tembakau untuk pembayaran BPJS,” Kata Sahdan Ketua GMNI DPC Jombang.
Dalam orasinya para mahasiswa juga melontarkan kritik agar pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di kalangan para petani Kabupaten Jombang. Lantaran mereka menganggap, Pemkab Jombang telah gagal melaksanakan reformasi agraria.
“Terkait gagalnya reformasi agraria, kita bisa lihat dalam setiap tahun konflik dalam pertanian selalu meningkat dan upaya pemerintah untuk memperbaiki sendiri tidak ada,” tambahnya.
Sementara menurut salah satu anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mulyani Puspita Dewi, mengatakan bila pihak DPRD tidak serta Merta dapat merubah UU. Karena dalam segi mekanisme perlu diadakan yudisial review di Mahkamah Konstitusi. Namun meski begitu, tuntutan para mahasiswa akan dijadikan rekomendasi kepada pimpinan DPRD.
“Tuntutannya itu, salah satunya merubah undang-undang pokok agraria tahun 1960. Kalau mau merubah UU, ini yang tidak di setujui pasal berapa, ini harus jelas,” kata Mulyani Puspita Dewi.
Sedangkan untuk permasalahan petani tembakau di Jombang sendiri, ia mengaku jika memang kenyataannya petani Tembakau Jombang khususnya wilayah Utara Brantas sangat perlu perhatian lebih. Lantaran ia sendiri mengakui jika dalam beberapa tahun terakhir hasil perolehan panen tembakau, tidak sesuai dengan banyaknya modal yang dikeluarkan petani.
“Misalnya modalnya Rp 20 juta panennya Rp 10 Juta. Masalah ini sebenarnya termasuk prioritas yang harus di selesaikan. Karena Pemda Jombang tidak hanya menyiapkan pupuknya saja, tapi juga harus menjembatani dalam hal perdagangannya juga,” tambahnya.
Oleh karena itu, Dewi mengaku jika tidak heran banyak petani di Jombang, khususnya kawasan Utara Brantas banyak yang sengaja menjual lahanya untuk dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman atau perindustrian.
“Padahal 70% di Utara Brantas penghasil ekonominya dari sektor pertanian, maka dari itu mungkin pemerintah bisa ikut prihatin dan mengambil sikap jangan sampai dialihfungsikan,” tandasnya.