Oleh : Edi Haryanto SH, MH
PRINSIP “equality before the law”, bahwa setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama. Hukum juga menimbulkan persoalan penting dan kompleks tentang kesetaraan, kewajaran, dan keadilan. Kepercayaan pada persamaan di hadapan hukum disebut egalitarianisme hukum. Pasal 7 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun”.
Dengan demikian, setiap orang harus diperlakukan sama di bawah hukum tanpa memandang ras, gender, kebangsaan, warna kulit, etnis, agama, difabel, atau karakteristik lain, tanpa hak istimewa, diskriminasi, atau bias. Dalam konstitusi Indonesia dengan tegas memberikan jaminan adanya persamaan kedudukan. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Yang kami hormati, seorang Prof. Dr. H. Muhammad Amien Rais, Mantan Ketua MPR RI, sebuah lembaga tertinggi di negeri ini secara ketata negaraan, telah melakukan sesuatu hal yang kurang tepat sebagai sosok seorang mantan petinggi Negara, dengan beliau minta Pak Jokowi selaku Presiden untuk mencopot Kapolri. Ini ada apa? Yang Seharusnya bisa menjadi panutan dan contoh tauladan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semua juga paham, bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kemudian, tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri itu diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Menjadi suatu hal yang sangat aneh, ketika seseorang yang merupakan “Mantan” Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melakukan hal yang bisa dipastikan dirinya mengetahui bilamana hal tersebut menyalahi aturan.
Terlepas dari hiruk pikuk penyidikan terhadap Tsk RS, beserta saksi-saksi, yang merupakan hak dan kewenangan pihak Kepolisian, dan atau ancaman tentang buka-bukaan kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam hal ini klausul yang tercantum di dalam visi dan misi Polri, “Terwujudnya pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat yang prima, tegaknya hukum dan keamanan dalam negeri yang mantap serta terjalinnya sinergi polisional yang proaktif” dan didukung oleh ikon baru Polri dengan tampil profesional–moderen- terpercaya(promoter), sekarang saatnya Kapolri bersama jajaran Mabes Polri dan seluruh jajaran di bawahnya untuk mewujudkan hal tersebut, dengan tanpa mempedulikan intervensi dan atau pula pernyataan pihak manapun yang bisa mempengaruhi kredibilitas dan objektifitas kinerja Polri.
Track record Kapolri yang sekarang, Jendral (Pol) Tito Karnavian sangat jelas dengan berbagai prestasinya menggulung dan menghabisi berbagai kelompok teroris, serta pelan tapi pasti beliau mampu membawa Korp Baju Coklat memenuhi ekspektasi rakyat di dalam menjalani sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, terlepas masih ada satu dua oknum yang bertindak indisipliner maupun insubordinasi, dan atau bahkan pelanggaran Hukum. Sehingga dengan demikian, permintaan untuk pencopotan Kapolri. Kalau boleh kami berpraduga tak bersalah, jangan-jangan ada benang merah(semoga saya keliru)…
Sekali lagi kami sampaikan untuk Bapak Kapolri beserta seluruh bawahannya, jangan pernah ragu–ragu untuk melaksanakan tugas, hak dan kewajiban sebagai penyidik di dalam rangka menegakkan hukum di negeri tercinta ini. Percayalah, Tuhan YME bersama orang yang berani karena benar, dan satu lagi. Rakyat bersatu mendukung Kapolri untuk menegakkan peraturan dan hukum seadil-adilnya.
Penulis merupakan Advokat di LBH Rahmatan Lilalamin Jombang