Hukum

Kejati Periksa Pejabat Struktural PT Jamkrida Jatim

SURABAYA, FaktualNews.co – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim telah memeriksa sedikitnya delapan orang saksi dalam kasus dugaan korupsi di tubuh PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Jatim senilai Rp 6,3 milyar. Mereka yang diperiksa termasuk seluruh pejabat struktural instansi tersebut.

“Ya semua pejabat struktural disitu kita mintai keterangannya, kita periksa,” ujar Kasi Penyidikan Pidsus Kejati Jatim, Antonius Despinola, Selasa (6/11/2018).

Statusnya pun masih sebatas sebagai saksi dalam kasus yang saat ini masuk tahap penyidikan tersebut. Ditanya kemungkinan para saksi bakal menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini, mantan Kasi Intel Kejari Jambi itu tak menampik.

“Tapi kita jangan bicara kesitu dulu, ini kan hukum. Ya pasti ada siapa yang bertanggung jawab,” katanya.

Namun, ia memastikan bahwa ada pelanggaran hukum yang cukup terang dilakukan oknum pejabat PT Jamkrida Jatim sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara milyaran rupiah. Jumlah saksi yang diperiksa, sambung Anton, juga kemungkinan bakal bertambah seiring berjalannya pemeriksaan.

Dapat Dukungan Penuh Gubernur Jatim

Gubernur Jatim Soekarwo terlihat geram ketika ditanya soal kasus dugaan korupsi pada lembaga daerah berplat merah itu. Ia meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus tersebut.

“Ini memang masalah dan harus diselesaikan. Kami mendukung langkah Kejati untuk mengusut dugaan penyimpangan ini,” kata Gubernur Jatim Soekarwo, usai menghadiri rapat paripurna DPRD Provinsi Jatim.

Kasus ini berawal dari temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dari audit yang dilakukan lembaga yang mengawasi perbankan itu ditemukan, pada tahun 2016 ada dana Rp 6,3 miliar yang keluar dari PT Jamkrida Jatim. Dana itu awalnya diperuntukkan bagi debitur yang mengalami gagal bayar.

Selain menangani kasus ini, Kejati Jatim diketahui juga sedang mengusut kasus besar, diantaranya kasus dugaan kredit fiktif program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Jatim Cabang Jombang. Penanganan kasus ini bermula dari ditemukannya fakta di persidangan hingga tahap kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Dari total Rp 24 miliar kerugian negara akibat kredit fiktif, sekitar Rp 19 miliar diantaranya diduga dinikmati debitur KUR yang masih bebas. Lalu, kasus dugaan korupsi pengadaan kapal di PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) senilai Rp 100 miliar, dengan kerugian negara sebesar Rp 60 miliar dalam proyek pengadaan kapal floating crane tahun 2016.

Pengadaan kapal ini sudah melalui proses lelang. Kapal sudah dibayar sebesar Rp 60 miliar dari harga Rp 100 miliar. Dalam lelang disebutkan, pengadaan kapal dalam bentuk kapal bekas, didatangkan dari negara di Eropa. Namun, saat dibawa ke Indonesia kapal tersebut tenggelam ditengah jalan. Dari sini kemudian muncul dugaan bahwa, ada spesifikasi yang salah dalam pengadaan kapal tersebut.