Hukum

Lima Tersangka Pungli PTSL di Selotapak Mojokerto, Dilimpahkan ke Kejari

MOJOKERTO, FaktualNews.co– Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupeten Mojokerto menerima pelimpahan berkas perkara tahap dua kasus pungutan liar (Pungli) empat oknum panitia Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan satu tersangka Kepala Desa Selotapak, Kecamatan Trawas, Kamis, (15/11/2018).

Setelah sebelumnya, Kejari Mojokerto menyatakan pemberkasan kasus tersebut sudah lengkap alias P21. Masing masing tersangka yakni Tesno, Kepala Desa Selotapak, Lanaru Ketua Panitia, Isnan Wakil Panitia, Muslik Bendahara, dan Slamet Anggota Panitia. Mereka terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (21/9/2018) oleh Satreskrim Polres Mojokerto.

Kasi Pidsus Kejari Mojokerto Agus Hariono mengatakan, pihaknya telah pelimpahan empat lima orang tersangkan dari penyidik Satreskrim Polres Mojokerto. Ketiganya diduga melakukan pungli dalam pengurusan PTSL.

“Sedangkan pasal sangkaan yang akan diberikan terhadap tersangka dijerat pasal 12 huruf e atau pasal 11 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12 minimal dengan 4 tahun penjara dan pasal 11 minimal 1 tahun,” katanya.

Agus menjalankan, dari hasil pemeriksaan Kades Selotapak bersama empat panitia PTSL terbukti melakukan pungli. Sebelum melakukan pungli, terlebih dulu mereka membuat kesepakatan antara Kades bernama panitia dengan pembagian hasil pungli 45 persen untuk Kades dan 55 persen untuk kepentingan operasional juga dibagi untuk panitia.

“Kepala desa mengaku sudah menerima 180 juta dan itu sudah di gunakan untuk kepentingan pribadi. Saat ini para tersangka di tahan di rutan Mojokerto sampai 30 hari kedepan untuk pemeriksaan lebih lanjut,” imbuhnya.

Sebelumnya, modus yang digunakan para tersangka ini yakni semenjak ditetapkan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Desa Selotapak sebagai salah satu penerima program PTSL pada Januari 2017. Kades Selotapak Tisno (46) langsung membentuk panitia PTSL yang di situ merupakan orang orang pilihan.

Setelah panitia terbentuk, ia melakukan sosialisasi kepada para penerima program PTSL terkait biaya yang harus dibayar, yaitu sebesar Rp 600 ribu untuk setiap bidang tanah dengan alasan untuk biaya materai dan patok tanah.

Padahal program PTSL atau Prona seharusnya gratis. Setiap penerima hanya diminta membeli materai dan patok tanah yang memang tak dianggarkan oleh pemerintah. Namun, oleh kepala desa dan Panitia PTSL diantaranya, disalahgunakan untuk meraup keuntungan pribadi.