Galian Fosfat di Sumenep Ditutup, Ada Setoran Mengalir ke Kades
SUMENEP, FaktualNews.co – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sumenep, menutup galian fosfat yang ada di Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, Selasa (4/12/2018).
Pasukan penegak Perda bumi Sumekar ini terjun ke lokasi bersama tim gabungan yang terdiri dari Kepolisian, TNI, Dinas Lingkungan Hidup, SDA dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Kasatpol PP Sumenep, Fajar Rahman melalui Kabid Trantibum dan Linmas, Fajar Santoso mengatakan, dari hasil koordinasi bersama tim, penambangan galian fosfat di desa setempat ditutup, karena terbukti ditemukan sejumlah alat tambang ilegal.
“Terbukti ada penggalian, ada alat, ada fasilitas, dan proses penggalian itu terlihat tidak ada pengamanan, sehingga ditakutkan menimbulkan korban, baik pelaku maupun warga setempat. Kita tadi sepakat untuk ditutup,” jelasnya, Selasa (4/12/2018).
Secara aturan, Pemda Sumenep tidak memiliki kewenangan mengeluarkan izin, karena izin tambang ditangani langsung Pemerintah Provinsi Jatim. Wewenang daerah hanya melakukan penetiban dan penutupan.
“Persoalan tambang, perizinannya itu dari Provinsi, di daerah hanya bisa melakukan pengamanan dan penyetopan, karena pertimbangannya adalah lingkungan dan masalah ketertiban dan perlindungan masyarakat,” tambah Fajar.
Lokasi Tambang Merupakan Tanah Kas Desa
Saat proses penutupan galian fosfat, terungkap bahwa lahan yang diekploitasi merupakan tanah kas desa (tanah pecaton), yang seharusnya dilindungi, bukan untuk diperjual belikan dan dirusak.
Untuk itu, Kabid Trantibum dan Linmas, Fajar Santoso memastikan, akan ada tindak lanjut dari Pemerintah Daerah (Pemda) terkait penutupan galian fosfat tersebut, karena ternyata yang dikeruk merupakan tanah kas desa (tanah pecaton).
“Nanti akan ada tindak lanjut dari Pemda untuk dipertanyakan, karena ada kekayaan alam yang dikeruk, ini merugikan negara, berapa tahun itu dilakukan seperti itu, dan ini tidak jelas,” tegasnya.
Menurutnya, tanah kas desa yang merupakan aset desa hanya bisa dikelola dan dimanfaatkan seutuhnya untuk kepentingan desa dan masyarakat setempat.
“Tanah pecaton itu, hak kepala desa untuk mengelola, bukan untuk dikeruk, atau di eksploitasi kemudian dijual, karena itu nanti akan habis, dan ini pun ada proses panjang untuk dijadikan tambang, prosesnya sangat rumit, tidak semudah itu Kepala Desa mengklaim tanah pecaton, kemudian langsung di eksploitasi,” tandasnya.
Sebagai tindak lanjut, pasca penutupan akan ditindak lanjuti instansi terkait untuk disikapi, termasuk pengelola galian akan dimintai pertanggungjawaban.
“Mungkin melalui instansi terkait dan dewan, di lapangan kita hanya mengeksekusi, karena sudah ada pelanggaran, tidak ada izinnya, utamanya pertimbagan kita adalah menanggulangi keresahan masyarakat,” tegas Fajar.
Setoran Mengalir ke Kepala Desa
Kepala Desa Cabbiya, Moh Alwi membenarkan bahwa galian fosfat dilakukan di lokasi tanah kas desa, diyakininya tidak akan ada persoalan, karena bukan milik warga. “Iya, galian itu dilakukan di bekas gua, lokasinya itu di tanah pecaton,” jelasnya.
Bahkan, Alwi membenarkan jika Pemerintah Desa (Pemdes) setempat, memberikan izin untuk melakukan aktivitas tambang, dengan dalih hanya galian kecil.
“Meraka sudah minta izin ke saya dulu, dan tidak merugikan masyarakat, tidak membahayakan juga kan?,” dalihnya.
Disinggung mengenai kompensasi dari pelaku tambang yang diberikan kepada pihak desa, Alwi terang terangan mengakui menerima setoran, walau sekedarnya.
“Soal upah, ya sedapatnya saja, sekedar jatah rokok, ketimbang tidak ditanami apa apa, tanahnya kan bebatuan, ditanami jagung tidak bisa,” katanya dalam bahasa Madura.
Tiga Tahun Beroperasi
Bekas gua yang berlokasi di Dusun Cabbiya Pesisir, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, Sumenep, Madura, Jawa Timur, keberadaannya diprotes warga setempat, bahkan diakui warga sudah berkali kali, baik ke Pemerintah Desa hingga pihak Kecamatan, namun tidak direspon.
Protes warga dua Dusun yakni Dusun Cabbiya Pesisir dan Dusun Jeruk Purut bukan tanpa alasan, selain penambangannya diduga kuat ilegal, kekhawatiran lain yang dirasakan warga setempat karena aktivitas galian Fosfat dianggap mengancam keselamatan, karena pengerukan dilakukan tepat berada di bawah bangunan rumah yang mereka tinggali sejak tiga tahun lalu.
Hasil penelusuran media ini di lokasi tambang, dari titik awal pengerukan, panjangnya hampir 1 kilometer melintang ke arah timur, lebar kurang lebih 7 meter, dengan prediksi ketebalan lapisan tanah hanya tersisa 5 meter.
“Dari lokasi galian, ini sudah hampir 1 KM ke timur yang terdampak mas, kita setiap hari diselimuti kekhawatiran, takut longsor, ambruk dan samacamnya, karena titik galian saat ini sudah tepat berada di bawah rumah kami,” kata Munawar kepada media ini, beberapa waktu lalu.
Cikal bakal galian tersebut, diceritakan warga berasal dari gua, kemudian dikeruk dan digali oleh warga luar Talango sebagai ladang penghasilan, dengan mengabaikan keselamatan warga sekitar, dentuman suara galian dari dalam gua, terdengar jelas sampai ke atas.
“Hasil galiannya berupa batu kerikil dan tanah, orang biasa menyebut Fosfat mas, katanya sih itu akan dibuat pupuk,” sambungnya.
Bahkan, perwakilan dari belasan Kepala Keluarga (KK) yang rumahnya tidak jauh dari lokasi penambangan ini mengaku sudah pernah melakukan protes melalui Kepala Dusun, kepala Desa setempat, hingga kepada Camat Talango, namun tidak mendapatkan tanggapan.
“Sebenarnya kami sudah menemui Kepala Dusun namun tidak ditanggapi, ke Kades hingga pak Camat sudah juga,“ imbuhnya.
Sebenarnya, lanjut Munawar lagi, satu bulan lalu, sudah pernah menyampaikan secara baik baik kepada memilik galian tambang untuk berhenti, karena dianggap mengancam keselamatan warga setempat, janjinya akan berhenti, namun hingga saat ini ternyata masih terus beroperasi.
“Sekitar 1 bulan lalu, saya sudah menyampaikan secara kekeluargaan untuk berhenti menambang, bahkan sudah 3 kali billisan, janjinya mau berhenti karena hanya ingin numpang makan (mencari rejeki) kata bosnya, tapi sampai saat ini masih terus,” imbuhnya.
Makan Korban
Setahun lalu, tepatnya tahun 2017, galian tersebut sudah memakan korban, ada pekerja yang tertimpa reruntuhan tebing bekas galian. Bahkan ada yang meninggal dunia.
“2017 lalu, sampai ada pekerja yang meninggal karena tertimpa reruntuhan galian, satu meninggal, satunya lagi luka luka,” kata warga setempat, Munawar.
Saat itu, belasan KK yang berada di daerah terdampak, berharap kepada Pemerintah segera menghentikan aktivitas galian, sebelum warga setempat menjadi korban.
“Keinginan kami hanya, bagaimana aktivitas penambangan segera dihentikan oleh Pemerintah, karena sudah sangat meresahkan,” pungkasnya.
Warga Bersyukur Fosfat Ditutup
Selasa (4/12/2018) pukul 11:30 WIB, Tim gabungan resmi menutup aktivitas galian fosfat di Desa Cabbiya, sejumlah warga tampak girang, bahkan ada beberapa warga setempat yang terlihat sampai menangis.
“Alhamdulillah pak, lokasi tambang sudah ditutup, kami semua bersyukur, selama ini kita dihantui rasa takut, takut longsor, takut ambruk,” tutur warga Desa Cabbiya, Ahmad Sadali.
Ketua DPRD Sumenep, H. Herman Dali Kusuma ditemui media ini di lokasi mengaku bersyukur dapat berbuat untuk masyarakat setempat, karena jika tidak segera ada langkah tegas, dikhawatirkan akan mengorbankan keselamatan penduduk.
“Pemerintah memang harus hadir dalam mengatasi persoalan ini, karena menyangkut keselamatan mereka, sebelum terjadi bencana dan makan korban,” terangnya.
Selain itu, politisi senior PKB Sumenep ini memastikan akan melakukan langkah lain, termasuk melakukan pemanggilan terhadap pengelola tambang, pihak desa yang telah memberikan izin, dan pihak lain yang terkait.
“Yang penting ditutup dulu, baru nanti kita akan panggil semua ke DPRD,” pungkasnya.