Berburu Kepompong ‘Enthung’ Ulat Jati, Kuliner Kaya Protein
TUBAN, FaktualNews.co – Ada pemadangan yang tak biasa di hutan jati turut Desa Ngino, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Puluhan masyarakat setempat beburu kepompong ulat jati.
Masyarakat Desa Ngino, Tuban biasa menjadikan kepompong (enthung) ulat jati jadi aneka kuliner lezat yang kaya gizi. Selain dimasak, warga juga menjual kepompong ulat jati dengan harga Rp60 ribu sekilonya.
Saat musim kemarau banyak ulat yang menggerogoti daun jati, setelah memasuki masa peralihan ke musim penghujan, ulat akan berubah menjadi kepompong. Kepompong yang berukuran sekitar 2-4 sentimeter dan bewarna cokelat tua mengkilap akan berjatuhan dari daun-daun jati yang rontok.
Masyarakat mengaku mereka mencari kepompong ulat jati untuk menjadi lauk menu sehari-hari, karena dapat menghemat pengeluaran uang belanja mereka.
Musim kepompong ulat jati hanya terjadi selama 2 bulan yakni pada November-Desember.
Cara Mengolah Enthung Jadi Kuliner Lezat
Sebenarnya cara memasak enthung sangatlah mudah, cukup dengan rempah-rempah yang sering dijumpai di dapur.
Pertama-tama, enthung harus dicuci hingga bersih kemudian direbus hingga matang. Tingkat kematangan entung dari yang mulanya berwarna hitam kecoklatan akan berubah menjadi merah kecoklatan. Setelah itu enthung siap diolah menjadi kuliner tumis atau disayur.
Soal rasa enthung paling enak jika dimasak tumis, rasa khas yang gurih dan renyah yang bercampur dengan bumbu rajangan bawang merah, bawang putih, cabe dan garam mampu menggoyang lidah.
Selain tumis, enthung juga bisa diolah menjadi sayur lodeh, sayur asem-asem, balado hingga rempeyek. Bahan yang digunakan sama seperti ketika akan membuat masakan tersebut, namun yang membedakan adalah bahan utamanya yaitu si enthung ini.
Kepompong ulat jati ini ternyata memiliki kandungan protein yang baik bagi tubuh. Masyarakat setempat juga meyakini jika menyantap enthung dapat menghilangkan nyeri pegal linu dan alergi pada kulit.
Bagi Anda yang belum pernah mencoba, kuliner ini akan terasa aneh saat pertama memakannya dan terkesan jijik. Namun setelah mencoba dipastikan akan membuat ketagihan dan tak akan melupakan rasanya.
“Rasanya enak, kaya protein. Masyarakat sini biasa cari enthung pada bulan-bulan Desember, dijadikan lauk. Bisa hemat uang, dan juga bisa dijual Rp 60 ribu per kilogramnya,” kata Laela.